
BINTUNI, jurnalpapua – Kewenangan jaksa sebagai Aparat Penegak Hukum (APH), tidak terbatas pada penanganan kerugian keuangan Negara. Namun perkara tindak pidana yang menyebabkan kerugian perekonomian Negara, saat ini juga menjadi perhatian korps Adhyaksa.
Kewenangan ini tertuang dalam Pasal 35 ayat (1) huruf k Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan UU Nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia yang berbunyi; “Jaksa Agung mempunyai tugas dan wewenang menangani tindak pidana yang menyebabkan perekonomian negara dan dapat menggunakan denda damai dalam tindak pidana ekonomi berdasarkan peraturan perundang-undangan.”
Untuk memberi pemahaman kepada masyarakat terkait Undang-undang tersebut, Kejaksaan Negeri Teluk Bintuni menggelar seminar dan diskusi dengan tema “Kewenangan Kejaksaan dalam Penegakan Hukum terhadap Tindak Pidana yang Menyebabkan Kerugian Perekonomian Negara”, Kamis (20/7/2023).
Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejaksaan Negeri Teluk Bintuni, Stevy Stollane Ayorbaba menjadi nara sumber tunggal dalam kegiatan yang berlangsung di aula Kementerian Agama Teluk Bintuni ini.
“Ini merupakan instruksi Kejaksaan Agung yang mewajibkan Kejaksaan Tinggi maupun Kejaksaan Negeri, untuk melakukan seminar terkait dengan penanganan tindak pidana yang menyebabkan kerugian perekonomian Negara,” kata Stevy.

Terdapat tiga komponen utama yang menjaditolok ukur dalam penghitungan kerugian perekonomian Negara, yakni kerugian ekologis, kerugian lingkungan serta biaya pemulihan lingkungan hidup.
Dalam materinya, Stevy menukil perkara PT Duta Palma Group (PT Banyu Bening Utama, PT Panca Agro Lestari, PT Seberida Subur, PT Palma Satu dan PT Kencana Amal Tani) yang diduga melakukan perbuatan melawan hukum dalam kegiatan usahanya.
Perusahaan ini membuat izin lokasi dan izin usaha perkebunan sawit tanpa didahului dengan Izin Prinsip, Analisin Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) untuk mendapatkan Izin Pelepasan Kawasan Hutan dan Hak Guna Usaha (HGU).
Hingga kini, PT Duta Palma Group tidak memiliki izin Pelapasan Kawasan Hutan dan GHU, serta tidak pernah memenuhi kewajiban hukum untuk menyediakan Pola Kemitraan20% dari total area kebun yang dikelola, sesuai Pasal 11 Peraturan Menteri Pertanian Nomor 26 tahun 2007. Praktik culas perusahaan ini melibatkan Bupati Indragiri Hulu periode 1999-2008.
“Kegiatan yang diakukan PT Duta Palma Group ini mengakibatkan kerugian perekonomian Negara, yakni hilangnya hak-hak masyarakat Kabupaten Indragiri Hulu yang sebelumnya memperoleh manfaat dari hasil hutan untuk meningkatkan perekonomian serta rusaknya ekosistem hutan,” urai Stevy.
Hasil penghitungan ahli yang mengacu pada tiga tolok ukur kerugian perekonomian Negara, praktik Duta Palma Group ini menyebabkan kerugian perekonomian Negara senilai Rp 78 triliun.
Di Kabupaten Teluk Bintuni, terdapat potensi praktik culas yang merugikan perekonomian Negara itu mengingat adanya kawasan konservasi hutan mangrove yang cukup luas.
“Bicara potensi kerugian perekonomian Negara hari ini telah dibuktikan oleh Kejaksaan Agung, sehingga tren di Kabupaten Teluk Bintuni yang ada konservasi alam, menjadi hal yang harus kita diskusikan sehingga hal-hal yang rentan merugikan perekonomian Negara bisa di hindari,” tandas Stevy. JP01