Penahanan AA sebagai Tersangka Dugaan Korupsi Mobil Angdes, Sarat Muatan Politik Jabatan

0
102
Mobil tahanan Kejaksaan Negeri Teluk Bintuni semoat dihadang keluarga AA saat membawa AA dan FL ke Rutan Kelas II Bintuni, Rabu (21/6/2023).
Spread the love

BINTUNI, jurnalpapua.id – Keputusan jaksa penyidik pada Kejaksaan Negeri Teluk Bintuni menetapkan AA sebagai salah satu tersangka dan menahannya dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi pengadaan dua unit mobil angkutan pedesaan, dinilai kental dengan nuansa politik jabatan.

Pasalnya, tidak ada unsur kerugian Negara yang timbul dari proyek pengadaan mobil angdes yang menggunakan anggaran dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Tahun Anggaran 2021 tersebut, kecuali persoalan denda keterlambatan yang harus dibayar pihak ketiga.

Demikian disampaikan Yohanes Akwan SH, salah satu kuasa hukum AA menanggapi penahanan AA oleh jaksa pasca ditetapkannya sebagai salah satu tersangka. Seperti diketahui, AA adalah salah satu pejabat Kepala Bidang pada Dinas Perhubungan Teluk Bintuni, yang sekaligus berperan sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam proyek pengadaan mobil angdes.

“Jadi ada oknum yang sengaja mendorong perkara ini bergulir di kejaksaan, karena ada muatan politik jabatan. Motif ini yang saya tangkap, setelah mencermati tindakan jaksa yang cenderung memaksakan proses perkara ini dan menahan AA,” kata Yohanes Akwan kepada media ini, Kamis (22/6/2023).

Baca juga: Jaksa Tetapkan Dua Orang Tersangka Pengadaan Mobil Angdes Dinas Perhubungan Teluk Bintuni

Jika dicermati secara baik, kata Yohanes Akwan, tidak ada unsur kerugian Negara yang timbul dari pengadaan dua unit mobil angdes senilai Rp 1,3 miliar tersebut. Dua unit kendaraan yang menjadi obyek dalam kontrak pengadaan, fisiknya ada dan sudah diserahkan pihak ketiga kepada PPK.  

Namun karena penyedia jasa dalam pengadaan ini terlambat menyerahkan dari waktu yang tertuang dalam perjanjian kontrak, menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan memunculkan adanya denda keterlambatan sebesar Rp 72 juta.

“Denda itu menjadi beban penyedia jasa, dan sudah dibayarkan. Lalu masalahnya ada dimana yang menyebabkan kerugian Negara. Jadi bergulirnya perkara ini, lebih pada kriminalisasi seorang AA untuk mencapai tujuan politik jabatan itu tadi,” tukas Yohanes Akwan.

AA sendiri telah ditahan oleh jaksa penyidik pada Rabu (21/6/2023) petang, bersamaan dengan FL, pihak ketiga yang juga menjadi tersangka dalam perkara ini.

Baca juga: AA dan FL, Dua Tersangka Dugaan Korupsi Mobil Angdes Dishub Bintuni Akhirnya Ditahan

Atas penahanan ini, Yohanes Akwan telah mengajukan penangguhan penahanan atas AA kepada Kepala Kejaksaan Negeri Teluk Bintuni. Sejumlah pertimbangan yang disampaikan, AA selama ini cukup kooperatif dalam memenuhi undangan jaksa dalam memproses perkara ini.

Selain itu, AA adalah tulang punggung keluarga yang mempunyai kewajiban bekerja untuk memenuhi kebutuhan ekonomi istri dan anak-anaknya. Untuk meyakinkan jaksa atas upaya penangguhan penahanan ini, para keluarga AA pada Kamis (22/6/2023), beramai-ramai mendatangani kantor Kejaksaan Negeri Teluk Bintuni, dan secara bersama-sama menandatangani surat pernyataan untuk menjadi penjamin agar penahanan yang dilakukan pihak kejaksaan terhadap AA dapat ditangguhkan.

Melkianus Indouw, salah satu kuasa hukum dari AA dalam keterangan persnya mengatakan bahwa, apa yang dilakukan oleh massa keluarga pada ini merupakan bentuk solidaritas dan spontan.

“Mereka adalah keluarga dari AA yang datang secara spontan untuk menjaminkan diri mereka supaya penangguhan penahanan terhadap AA dapat dikabulkan. Mereka percaya AA tidak bersalah. Karena apa? Karena sudah berkali-kali kami memberikan argumen hukum terkait tidak ditemukannya kerugian negara oleh Badan Pemeriksa Keuangan. Jadi korupsinya di mana?”, ujar pengacara yang kerap dipanggil Melki ini.

Melki juga menganggap penahanan AA ini sarat dengan unsur politis, karena seharusnya perkara ini terhenti di tersangka FL, yang sudah membayar denda keterlambatan, sebagaimana yang direkomendasikan BPK.

“Saya tidak tahu motif jaksa apa dalam memaksakan kasus ini. Dengan bukti yang telah kami hadirkan, terkesan ada unsur kriminalisasi. Mereka menggunakan hitungan dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan sebagai dasar adanya kerugian negara. Ini keliru, satu-satunya lembaga yang bisa men-declare kerugian negara dalam perkara korupsi adalah BPK. Bukan BPKP. Jadi Kejaksaan Bintuni ini sudah melakukan pelanggaran hukum. Ini ironis, karena mereka adalah salah satu penegak hukum, kok melanggar hukum?” imbuh Melki.

Melki menegaskan bahwa YLBH Sisar Matiti akan menempuh segala macam upaya agar kasus ini bisa menjadi perhatian dari Kejaksaan Agung Republik Indonesia. Pihaknya akan mengirimkan surat ke Komisi Kejaksaan, dan akan segera berangkat ke Jakarta untuk melakukan audiensi dengan pihak-pihak terkait atas adanya kriminalisasi ini.

“Ini kan aneh, BPK sendiri mengeluarkan rekomendasi agar FL sebagai pemenang tender itu hanya harus membayar denda keterlambatan, dan itu sudah dilakukan sebesar Rp73 juta. FL ini hanya terlambat dalam menyerahkan mobil dinas sebagaimana tertuang di dalam kontrak. Kalau mau jadi perkara, ya seharusnya ini adalah perdata. Kok bisa jadi perkara korupsi? Dan itupun semuanya telah selesai dilaksanakan. Ini kan aneh. Kejaksaan yang seharusnya tempat orang mencari keadilan, malah jadi alat kriminalisasi”, pungkas Melki. JP01

Google search engine

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here