Penyidik Satreskrim Polres Bintuni Temukan Dugaan Korupsi Sewa Gedung DPRD Bintuni

0
497
Rapat Paripurna DPRD Teluk Bintuni di Sekretariat Sementara Penginapan Kartini. Sewa gedung ini oleh Sekretariat Dewan, diduga berpotensi menimbulkan kerugian negara.
Spread the love

BINTUNI, jurnalpapua – Penempatan sekretariat sementara DPRD Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat di penginapan Kartini Ruko Panjang Kalikodok selama renovasi gedung dewan di kilometer 7, menyisakan masalah.

Penyidik Tindak Pidana Korupsi Satreskrim Polres Teluk Bintuni, Polda Papua Barat menemukan adanya dugaan tindak pidana korupsi dengan cara penggelembungan anggaran (mark up) dalam alokasi penetapan uang sewa gedung oleh Sekretariat Dewan.

Kapolres Teluk Bintuni, AKBP DR. Choirudin Wachid S.Ik melalui Kasat Reskrim Iptu Tomi Samuel Marbun menjelaskan, penyidik telah melakukan penyelidikan selama kurang lebih 4 minggu atas perkara tersebut, dan saat ini sudah dinaikkan statusnya menjadi penyidikan.

Pada hari Senin, 04 September 2023, Penyidik Satreskrim Polres Teluk Bintuni telah meningkatkan status penyelidikan kegiatan sewa gedung kantor sementara DPRD tersebut ke tahap penyidikan dengan dasar Laporan Polisi Nomor : LP / A / 03 / IX / 2023 / SPKT / Satreskrim / Polres Teluk Bintuni / Polda Papua Barat  tanggal 04 September 2023.

“Kami telah memeriksa 12 orang saksi, baik dari internal Setwan maupun OPD lain dan pihak-pihak terkait,” kata Tomi Marbun dalam konferensi pers di Mapolres Teluk Bintuni, Selasa (5/9/2023).

Penyidik kata Tomi, sudah menerbitkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) untuk disampaikan ke Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri teluk Bintuni. Penyidik memastikan proses perkara ini akan diselesaikan hingga berkas dinyatakan P21 (lengkap) oleh jaksa.

Kegiatan sewa gedung atau sekretariat sementara DPRD Teluk Bintuni, berlangsung selama 30 bulan atau terhitung sejak Oktober 2020 hingga Maret 2023.

Sesuai dengan Perjanjian Kerjasama antara Sekretarat DPRD dengan pemilik penginapan Kartini, besarnya uang sewa yang disepakati adalah Rp 300 juta per bulan atau sebesar Rp 9 miliar selama 30 bulan.

Disampaikan Tomi, penyidik menemukan adanya dugaan markup dan pemborosan anggaran yang berpotensi menimbulkan Kerugian Negara.

Namun untuk nominal kerugian Negara atau dugaan korupsi atas kegiatan tersebut, penyidik masih menunggu hasil audit investigative atau penghitungan oleh lembaga auditor pemerintah.

Dalam mengusut perkara ini, polisi menerapkan Pasal 3 Undang Undang Tipikor Juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHpidana dengan ancaman pidana penjara paling singkat 1(satu) tahun paling lama 20 (dua puluh) tahun atau denda paling sedikit Rp 50.000.000 paling banyak Rp 1.000.000.000 (satu milyar rupiah).

Dugaan korupsi dengan cara penggelembungan anggaran ini, menimbulkan keprihatinan tersendiri, mengingat dalam rentang waktu yang bersamaan, masyarakat Bintuni sedang susah karena merebaknya Pandemi Covid-19. JP01

Google search engine

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here