Hati-hati Tandatangan BAST, Jika Fiktif Bisa Menjadi Tersangka dan Dipenjara

0
239
BPKAD Teluk Bintuni mengadakan sosialisasi pengelolaan keuangan daerah, dengan menghadirkan Martinus Tonapa, Koordinator Pengawasan Bidang APD BPKP Perwakilan Papua Barat sebagai pemateri.
Spread the love

BINTUNI, jurnalpapua.id – Ini peringatan bagi Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Pejabat Pembuat Komitmen (KPA) ataupun bendahara pengeluaran di setiap Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di lingkungan Pemda Teluk Bintuni yang melaksanakan paket pekerjaan fisik maupun pengadaan barang dan jasa.

Jika menerbitkan Berita Acara Serah Terima (BAST) barang atau jasa yang tidak sesuai dengan fakta pekerjaan, bisa dijerat dengan pasal pidana dan dipenjara karena menerbitkan dokumen fiktif.

Peringatan ini disampaikan Marthinus Tonapa, Koordinator Pengawasan Bidang Akuntabilitas Pemerintah Daerah (APD) pada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Papua Barat, disela-sela Sosialisasi Pengelolaan Keuangan Daerah yang diselenggarakan Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Teluk Bintuni, Kamis (10/11/2022).

“Hati-hati kalau bapak ibu tidak ingin masuk penjara. Jangan membuat BAST fiktif, tidak sesuai dengan fakta lapangan. BAST itu dibuat setelah pekerjaan selesai, bukan dibuat untuk mencairkan anggaran dan menyelesaikan pekerjaan,” kata Martinus.

Martinus Tonapa, Koordinator Pengawasan Bidang APD BPKP Perwakilan Papua Barat.

Menurutnya, seringkali para pengelola keuangan di daerah, baik yang ada di OPD maupun di Bendahara Umum Daerah (BUD), menganggap remeh tentang dokumen BAST. Karena untuk kepentingan mencairkan anggaran, BAST diterbitkan seolah-olah pekerjaan sudah selesai 100 persen dan diserahkan ke PPK atau Bendahara Barang. Padahal, barang atau jasa yang tertuang dalam kontrak kerja, belum selesai atau bahkan belum dilaksanakan.

“Ini yang tidak boleh. Jangan sembarangan menerbitkan BAST, karena jika dokumen itu diketahui terbit sebelum pekerjaan selesai, berarti dokumen itu fiktif, dan ini masuk dalam Perbuatan Melawan Hukum,” tukas Martinus, yang sering diundang sebagai saksi ahli perkara tindak pidana korupsi di pengadilan ini.

Ditegaskan Martinus, pihak-pihak yang bisa dijerat pasal pidana jika terdapat BAST fiktif, bukan hanya KPA atau PPK dengan pihak ketiga selaku penyedia jasa. Namun Bendahara Umum Daerah (BUD) juga bisa terseret, jika mengetahui bahwa obyek pekerjaan yang tertuang dalam BAST itu belum selesai.

Dokumen BAST biasanya dilampirkan dalam Surat Perintah Membayar (SPM) yang diterbitkan KPA atau PPK, untuk mencairkan anggaran. Agar tidak terjerat hukum, Bendahara Umum Daerah atau kuasanya, harus melakukan verifikasi faktual untuk memastikan BAST tersebut sesuai, bukan fiktif.

“Kalau ada disposisi pimpinan agar mencairkan anggaran dengan BAST fiktif, staf pelaksana sebaiknya membuat telaahan staf akan ada resiko pidananya. Ini untuk mengantisipasi jika dikemudian hari, pekerjaan itu bermasalah,” tukas Martinus. JP01

Google search engine

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here