BINTUNI, jurnalpapua.id – Pembangunan Kawasan Industri Teluk Bintuni yang telah ditetapkan Presiden Jokowi sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN), dipastikan terhambat menyusul belum tuntasnya revisi Perda Nomor 04 tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) tahun 2012-2032.
Padahal, revisi Perda RTRW ini telah mulai dilakukan Peninjauan Kembali (PK) oleh Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan Daerah (Bappelitbangda) Teluk Bintuni sejak tahun 2018. Informasi lain yang diterima media ini, penganggaran untuk revisi Perda RTRW ini sudah dilakukan sejak tahun 2017 dengan nilai total Rp 5 miliar lebih.
Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Teluk Bintuni, Dantopan Sarungallo mempertanyakan, apa sejatinya yang menjadi kendala Bappelitbangda belum menyelesaikan revisi Perda RTRW tersebut, meski sudah menghabiskan banyak duit APBD.
“Dari pemaparan Bapelitbangda tadi, saya mewakili lembaga DPRD, berharap ada transparansi dan menyampaikan kepada kita. Kenapa RTRW ini begitu lama. Saya sudah dua periode di DPRD, tidak pernah tahu apa yang menjadi kendala. Ini harus transparansi kepada masyarakat, apa yang menjadi kendala, ini butuh pemikiran bersama,” kata Dantopan Sarungallo, Jumat (5/8/2022).
Menurutnya, sebagus apapun perencanaan pembangunan yang disusun OPD teknis, jika itu tidak sesuai dengan RTRW maka akan percuma, karena tidak bisa dilaksanakan. Sebab, keberadaan Perda RTRW sangat krusial, sebagai pedoman dalam merancang dan mengimplementasikan sebuah rencana pembangunan. Karena di dalam RTRW, terdapat zonasi-zonasi yang mengaturnya.
Pernyataan ini disampaikan Dantopan, saat mengikuti Sosialisasi Perda Nomor 2 tahun 2022 tentang Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Teluk Bintuni tahun 2021-2042, oleh Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi (Disperindagkop) di Aula Efano Glasilia Awarepi.
“Harapan kami implementasi dan wujud nyata dari Perda RPIK ini bisa dilakukan. Tapi setelah tadi saya menyaksikan penjelasan dari Bappelitbangda kaitan dengan RTRW, saya kembali down. Karena seluruh perencanaan pembangunan, yang menjadi pedoman adalah RTRW yang di dalamnya ada zonasi-zonasi,” kata Dantopan.
“Kalau (RTRW) ini belum selesai, tentunya bapak punya perda tidak bisa dilaksanakan dan tidak bisa kita membuat suatu perencaaan yang lebih. RTRW ini ibarat payung besar yang isi didalamnya harus kita pedoman dalam hal perencanaan,” tambah Dantopan.
Dalam kesempatan sebelumnya, Kepala Bidang Fisik dan Prasarana (Fispra) Bappelitbangda Teluk Bintuni, Farid Fimbay memaparkan progres penyusunan revisi Perda Nomor 4/2012 tentang RTRW Teluk Bintuni tahun 2012-2032, yang belum selesai.
“Revisi RTRW Kabupaten Teluk Bintuni sedang ada di tahapan pemeriksaan data raster, yaitu citra satelit,” kata Farid Fimbay.
Permohonan dan perolehan data citra satelit dari Lembaga Penerbangan Antariksa Nasional (LAPAN) telah dilakukan pada Juni 2021, dan telah didaftarkan untuk asistensi di Badan Informasi Geospasial (BIG). Pemetaan melalui citra satelit ini penting, karena menjadi peta dasar untuk menentukan zonasi.
Kendala lain yang menghambat penyelesaian revisi RTRW ini adalah Peraturan Menteri ATR/BPN yang menjadi acuan penyusunan RTRW. Awalnya, Bappelitbangda Teluk Bintuni mengacu pada Permen ATR/BPN Nomor 8 tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan RTRW Provinsi, Kabupaten/ Kota.
Namun ketika terbit Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 11 tahun 2021 tentang Tata Cara Penyusunan, Peninjauan Kembali, Revisi dan Penerbitan Persetujuan Subtansi RTRW Provinsi, Kabupaten/Kota dan Rencana Detail Tata Ruang, materi teknis yang sudah disusun Bapelitbangda dirombak lagi.
“Terlambatnya anggaran dana dalam menunjang kegiatan penyusunan RTRW, dan berpindahnya kewenangan dalam melaksanakan kegiatan tata ruang dari Bappelitbangda ke Dinas PUPR juga menjadi hambatan,” kata Farid. JP01