SORONG, jurnalpapua – Belasan truk bermuatan kayu merbau pacakan yang diduga tanpa di lengkapi dokumen, bebas melintas di depan markas Polsek Salawati Polres Sorong, Polda Papua Barat pada Kamis (12/10/2023) malam.
Kayu tersebut diketahui berasal dari Distrik Sayosa dengan pemilik berinisial LD, BJ, KT dan dibawa menuju Tempat Pengolahan Kayu (TPK) PT Siliwangi Karya Sejahtera yang berjarak sekira 500 mter dari kantor polisi itu.
Dari pantauan media ini, sedikitnya 19 unit truk bermuatan kayu merbau pacakan yang meintas di depan Polsek Salawati sepanjang Kamis malam. Yang pertama, pada pukul 19.00 WIT, ada 5 unit truk bermuatan kayu merbau pacakan yang melintas.
Kemudian disusul 8 unit truk dengan muatan yang sama, melintas pada pukul 23.30 WIT, dan terakhir menjelang subuh, sekitar pukul 04.20 WIT sebanyak 6 truk bermuatan kayu merbau pacakan melintas. Berbagai jenis ukuran kayu yang diangkut, diantaranya ukuran 30×30 cm panjang 2 meter, 16×16 cm panjang 3 meter dan beberapa ukuran lain yang notabenenya ukuran kayu ekspor.
Semua truk bermuatan kayu merbau pacakan sebanyak 3 sampai 4 kubik itu, terpantau berhenti beberapa saat di depan mapolsek dan sopirnya turun untuk bertemu petugas piket jaga di ruang SPKT.
Sejumlah sopir yang ditemui media ini mengaku, hanya mendapatkan perintah mengakut kayu milik pengusaha berinisial LD, BJ dan KT. Mereka berjalan tanpa membawa Nota Angkut maupun Faktur . Ini menjadi dokumen wajib yang harus disertakan sepanjang perjalanan pengakutan kayu, sesuai Pasal 13 ayat (1) Permenhut Nomor : P. 8/Menhut-II/2009) tntang Pengangkatan Kayu Olahan Perusahan Wajib Menerbitkan Faktur atau Nota Angkut.
“Iya pak kami hanya mengangkut kayu saja dari Sayosa milik LD BJ dan KT ke sini (TPK PT Siliwangi Karya Sejahtera-Red). Tidak ada dokumen atau surat jalan yang dikasi. Cuman kami biasa bayar di setiap pos-pos saja mulai dari Rp100-200”, ungkap salah seorang supir yang enggan namanya disebut.
Menyikapi maraknya peredaran kayu pacakan yang diduga illegal tanpa dilengkapi dokumen yang sah, Paul Finsen Mayor, Ketua Dewan Adat Doberai Wilayah III menghimbau agar Kapolda bersikap tegas dalam memerangi pelaku pembalakan liar tersebut.
“Cukup banyak informasi yang kami dengar, terkait dugaan kerlibatan oknum – oknum aparat dalam mendukung kegiatan ilegal yang berpotensi merusak Hutan Adat Orang Papua ini,” kata Finsen.
Ditegaskan Finsen, pembakalan hutan secara illegal merupakan kejahatan lingkungan sesuai Pasal 16 Undang Undang No. 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Dalam aturan ini disebutkan bahwa; setiap orang yang melakukan pengangkutan kayu hasil hutan wajib memiliki dokumen yang merupakan surat keterangan sahnya hasil hutan (SKSHH) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Jika larangan ini dilanggar maka dapat dikenai sanksi pidana berupa pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun serta pidana denda paling sedikit Rp500.000.000 dan paling banyak Rp2.500.000.000. Dan apabila yang melakukan kejahatan korporasi, dapat dikenai sanksi pidana paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 tahun serta pidana denda paling sedikit Rp5.000.000.000, dan paling banyak Rp15.000.000.000 (Pasal 88 ayat 1 dan 2). Sanksi pidana tersebut dapat juga dikenakan terhadap barang siapa yang memalsukan atau menggunakan SKSHH palsu,” urai Finsen. JP05