Pembangunan Kawasan Industri Teluk Bintuni Masih Menunggu Validasi KLHS RTRW

0
437
Kepala Bappelitbangda Kabupaten Teluk Bintuni, Dr. Alimudin Baedu menjelaskan progres pembangunan Kawasan Industri Terpadu Teluk Bintuni, yang menarik Sojizt, investor dari Jepang, Minggu (16/7/2023).
Spread the love

BINTUNI, jurnalpapua – Pembangunan Kawasan Industri Teluk Bintuni yang sudah ditetapkan Presiden Joko Widodo sejak tahun 2016, hingga kini masih menunggu validasi dokumen Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) yang menjadi bagian dari dokumen Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kabupaten Teluk Bintuni yang sedang direvisi.

Validasi KLHS ini wajib dilakukan untuk memenuhi amanat PP nomor 46 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Kajian Lingkungan Hidup Strategis.

Ketentuan ini juga tercantum dalam Bab IV Pasal 19 Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang / Kepala BPN nomor 5 tahun 2022, tentang Tata Cara Pengintegrasian Kajian Lingkungan Hidup Strategis dalam penyusunan Rencana Tata Ruang (RTR).

Validasi KLHS ini dilakukan untuk memastikan penjaminan kualitas telah dilaksanakan secara akuntabel dan dapat dipertanggunjawabkan. Pelaksanaan validasi secara bertahap sesuai dengan pembuatan dan pelaksanaan KLHS berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Terhadap KLHS yang sudah dilakukan penjaminan kualitas, diajukan permohonan validasi secara tertulis oleh menteri kepada Menteri KLHK (untuk RTRWN, RTR Pulau/Kepulauan, RTR KSN, dan RTDR KPN.

Untuk RTRW provinsi, diajukan oleh Gubernur kepada menteri dan permohonan validasi KLHS RTRW dan RTDR Kabupaten/Kota, diajukan oleh Bupati ke Gubernur.

KLHS merupakan salah satu instrumen untuk memastikan bahwa prinsip Pembangunan Berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah, yang mampu memberikan rekomendasi pertimbangan lingkungan pada tingkatan pengambilan keputusan yang bersifat strategis, yakni pada arah kebijakan, rencana dan program pembangunan (KRP).

“Soal RTRW sudah selesai, tuntas. Cuman SHP (shapefile)-nya belum ada, sehingga kita melakukan revisi RTRW untuk penyesuaian. Karena bukan hanya soal Sumuri, tapi juga kita punya Stenkol diatas, ada minyak. Ada Sebyar di bawah, sehingga harus dilakukan penyesuaian tata ruang. (Proses revisi) Tata ruang sudah bergerak, sudah selesai, tinggal validasi KLHS-nya. Selesai itu kita kemudian mengundangkan di DPRD. Karena proses penyusunan RTRW itu tidak sama dengan menyusun Perda-perda lain. Tahapannya panjang,” urai Alimudin Baedu, Kepala Bappelitbangda Kabupaten Teluk Bintuni, Minggu (16/7/2023).

Penjelasan Alimudin itu disampaikan untuk menjawab polemik pindahnya pabrik pupuk yang rencana dibangun di Kawasan Industri Terpadu (KIT) Teluk Bintuni, bergeser di Kawasan Industri Pupuk di Kabupaten Fakfak.

Berita Terkait : Pabrik Pupuk Dibangun di Fakfak, Kepala Bappeda Bintuni Disarankan Mundur atau Diganti

Sebagai gantinya, di KIT akan ada Sojizt Corporation, perusahaan industri kimia asal Jepang yang tertarik berinvestasi di Teluk Bintuni. Namun perusahaan ini belum memastikan kapan masuk, karena masih menunggu kepastian dari pemerintah Indonesia soal kepastian hukum lahan kawasan, keamanan dan infrastrtuktur pendukung lainnya.

Menurut Alimudin, pemilik modal yang akan berinvestasi di dalam sebuah kawasan, akan melihat beberapa hal mendasar sebelum mengambil keputusan berusaha. Yang pertama soal kepastian lahan, kemudian kepastian hukum soal kesesuaian kawasan dengan tata ruang, pengelola kawasan serta infrastruktur penunjangnya baik di dalam maupun di luar kawasan.

Sejak ditetapkan sebagai KIT pada 2016 melalui Perpres 3 Tahun 2016 dengan lokasi di Kampung Onar Distrik Sumuri, pengembangan kawasan seluas 2.112 hektare itu masih berjalan di tempat.

“Tapi kenapa tidak jalan, karena persoalan harus clean and clear persoalan lahan. Dalam beberapa waktu lalu, lahan yang dimiliki oleh marga Agofa, mereka pernah mengajukan beberapa syarat. Pertama lahan tidak dijual, yang kedua lahan boleh dipakai dengan cara sewa, yang ketiga mereka harus punya saham, yang keempat mereka ingin mengelola. Tapi kan semua ini bertabrakan dengan aturan,” urai Alimudin.

Baca juga: Bupati Bintuni : Sebelum Jabatan Saya Berakhir, KIT Bintuni harus Sudah Dibangun

Hasil edukasi yang dilakukan pemerintah, pada 14 Oktober 2021 pemilik hak ulayat yang diwakili Martinus Agofa bersedia menyerahkan lahan kepada pemerintah sebagai bentuk dukungan terhadap KIT Teluk Bintuni.

Surat pernyataan dukungan masyarakat yang tergabung dalam Yayasan Agofa Bintuni Bersatu (YABB) ini diserahkan kepada Adie Rochmanto Pandingan, Direktur Perwilayahan Industri Kementerian Perindustrian, saat melakukan kunjungan bersama pejabat lain dari Kementerian Maritim dan Investasi dan Kementerian Perekonomian.

Martinus Agofa, Ketua YABB (kiri), menyerahkan pernyataan dukungan pengembangan KIT Teluk Bintuni kepada Direktur Perwilayahan Industri Kemenperin, Adie Rochmanto Pandiangan, dalam pertemuan di Balai Kampung Onar Distrik Sumuri Kabupaten Teluk Bintuni, Kamis (14/10/2021). Foto: Tantowi/JP

Berita Terkait : Marga Agofa Siapkan Lahan 2.112 hektare untuk Kawasan Industri Terpadu Bintuni

Namun pembebasan lahan oleh Pemerintah Daerah ini, kata Alimudin, terganjal adanya pandemi Covid-19 yang memicu refocusing anggaran. “Tapi tahun 2023 ini sudah kita anggarkan kembali,” tukasnya.

Selain menuntaskan persoalan lahan, masalah infrastruktur pendukung, seperti pelabuhan juga telah diperoleh solusi dengan skema Kerjasama Pemerintah Badan Usaha (KPBU). Namun solusi yang menjadi kewenangan pemerintah pusat ini, tidak kunjung ada progress yang berdampak pada belum adanya aktifitas pembangunan infrastruktur di KIT Teluk Bintuni. JP01

Google search engine

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here