PGE Baik dan Sehat, SP Mutiara Tolak Privatisasi Saham PGE Melalui IPO

0
139
Salah satu unit bisnis PT PHE di Lahendong, Kabupaten Tomohon, Sulawesi Utara.
Spread the love

JAYAPURA, jurnalpapua.id – Serikat Pekerja Mutiara sebagai organisasi pekerja di lingkungan Pertamina, dengan tegas menolak rencana aksi korporasi yang akan melakukan privatisasi PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) melalui pelepasan saham ke publik (Initial Public Offering/IPO).

Alasan untuk mendapat suntikan modal dari investor, dinilai tidak logis mengingat kondisi financial PGE saat ini dalam kondisi sehat dan baik-baik saja.

Sefnat Waroy, Ketua Umum  Serikat Pekerja Mutiara melalui siaran pers yang diterima media ini menyebut, dengan 100 persen sahamnya dimiliki Pertamina, PT. PGE mencatatkan kinerja positif sepanjang tahun.

Berbagai penghargaan juga terus diraih oleh PT. PGE, seperti Propper Emas selama 12 tahun berturut-turut dari Kementrian Lingkungan Hidup & Kehutanan Republik Indonesia. PGE juga meraih Index ESG tertinggi dari 679 Perusahaan utility dan renewable power production di seluruh dunia serta banyak penghargaan- penghargaan lainnya.

Dalam hal pendanaan investasi, PT. PGE juga tidak pernah kesulitan medapatkan mitra stategis dalam setiap proyek pengembangan bisnisnya termasuk sangat mudah dalam mendapatkan dana murah (soft loan).

Faktanya kata Sefnat, saat ini PT PGE telah dan sedang bekerja sama dengan banyak pihak sebagai lender strategis dan mendapatkan bunga pinjaman lunak seperti World Bank dengan Fix Rate 0.5% per tahun selama 40 tahun plus Grace Period 10 Tahun,” ungkap Sefnat.

Sefnat Waroy, Ketua Umum SP Mutiara.

Selain itu juga ada JICA (Japan International Cooperation Agency) yang memberikan Interest Rate sebesar 0.6% per tahun untuk tranche ke-1 dan sebesar 0.01% per tahun fix rate di tranche ke-2 dengan tenor 40 tahun plus Grace Period 10 Tahun.

“Serikat Pekerja Mutiara  sama sekali tidak menemukan urgency dari rencana IPO selain untuk menjual Asset kepada pihak swasta atau asing yang menguntungkan para pemburu rente yang nihil nasionalisme,” ungkap Sefnat.

Tudingan tersebut cukup beralasan. Kata Sefnat, dengan melepas 25 persen saham PGE melalui IPO, value yang muncul berkisar Rp 9,7 triliun. Hal ini dilakukan di tengah semua kemudahan, di tengah semua pencapaian  berbagai prestasi PT. PGE.

Apalagi saat ini Pertamina sebagai holding dengan penguasaan     di sektor hulu migas mencapai 65% serta semua upaya efisiensi dan optimasi bisnis di bawah Kepemimpinan Ibu Nicke Widyawati dan di massa Kepemimpinan Bapak Presiden Joko Widodo sebagai Presiden RI sedang mengukir sejarah keuntungan tertinggi sepanjang sejarah dengan   torehan laba tidak kurang dari 57 triliun di tahun 2022, bahkan di masa-masa pandemi dan krisis yang belum berakhir.

“Atas hal tersebut, maka SP Mutiara sebagai Serikat Pekerja di lingkungan Pertamina sesuai perannya dalam ikut menjaga kelangsungan bisnis perusahaan dan tanggung jawab moral sebagai anak bangsa dalam kaitan menjalankan bisnis Perusahaan yang menguasai hajat hidup orang banyak, secara tegas dengan ini MENOLAK aksi korporasi yang melakukan privatisasi PT. PGE melalui IPO dan menuntut penghentian semua upaya privatisasi seluruh unit usaha Pertamina,” ungkapnya.

Berdasarkan pencermatan terhadap konstelasi yang terjadi di Perusahaan pasca restrukturisasi atau holdingisasi PT Pertamina (Persero), Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) pernah menggugat aksi korporasi tersebut karena dinilai Pertamina akan keluar dari khitohnya dalam menjalankan penugasan negara untuk memberikan sebesar-besar manfaat bagi rakyat Indonesia sebagaimana amanat UUD 1945 Pasal 33.

Sesuai perkiraan FSPPB, kecurigaan tersebut saat ini mulai terbukti, yakni upaya privatisasi PT PGE. Sefnat bilang, patut diduga bahwa aksi korporasi  tersebut tidak berlandaskan kajian yang prudent dan tanpa due dilligance yang dapat dipertangungjawabkan sehingga merugikan negara serta berpotensi adanya pelanggaran atas hukum yang cenderung menguntungkan sekelompok atau golongan tertentu.

“Bukan untuk kepentingan dan kesejahteraan masyarakat umum,” tandasnya.

Seperti diketahui, PGE sebagai bagian dari afiliasi Pertamina, terus tumbuh sebagai salah satu perusahaan yang mengelola energi terbarukan serta menjadi masa depan eletrifikasi Indonesia di sektor hulu.

Negara Indonesia memiliki kurang lebih 40% cadangan geothermal dunia dengan potensi cadangan 25.4 Giga Watt atau setara dengan 25.4 Milyar Watt yang menjadikan Indonesia sebagai negara pemilik cadangan terbesar di dunia atas sumber energi geothermal yang bersih, ramah lingkungan dan terbarukan sekaligus yang secara terus menerus disediakan oleh Tuhan melalui gunung-gunung api di seluruh wilayah Indonesia.

Sampai dengan tahun 2022 PT. PGE memegang kuasa atas WKP Panas Bumi terbesar di Indonesia dengan total 13 Wilayah Kerja. Dengan kapasitas total PLTP di Indonesia sebesar

2.292 Mega Watt, sebanyak 82% berdiri di WKP milik PGE baik dengan skema operasi sendiri ataupun Joint Operation Contract.

“Lalu ada apa dengan Manajemen PT. PGE? Atau apakah ada pihak lain yang harus bertanggung jawab atas semua ini?” tanya Sefnat.

Selain hal tersebut patut diduga pula, bahwa akan terjadi lagi aksi korporasi serupa terhadap badan usaha strategis lainnya yang merupakan cabang produksi penting dan menguasai hajat hidup orang banyak di tubuh Pertamina.

Untuk mencegah hal tersebut, SP Mutiara dukungan kepada masyarakat dalam perjuangan menjaga keutuhan Pertamina tetap 100% milik Negara dan milik seluruh Rakyat Indonesia. SP Mutiara juga menyerukan kepada seluruh insan pekerja Pertamina seluruh anggota Serikat Pekerja Mutiara di seluruh wilayah kerja Pertamina, agar bersiap siaga untuk bersama FSPPB melakukan langkah-langkah organisasi lebih lanjut.

“Sampai dengan aksi industrial tertinggi jika di perlukan, tentunya dengan tetap menjaga operasional dalam menjalankan tugas melayani energi untuk seluruh Negeri sampai dikeluarkan intruksi selanjutnya,” tukas Sefnat. JP03

Google search engine

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here