JAKARTA, jurnalpapua.id – Kepala Kepolisian RI Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengungkap temuan baru dalam pembunuhan terhadap Brigadir Novriansyah Yosua Hutabarat. Listyo mengatakan, Inspektur Jenderal Ferdy Sambo ikut menembak ajudan itu. Keterangan tersebut didapat dari pemeriksaan ketiga terhadap Bhayangkara Dua Richard Eliezer Pudihang Lumiu, pada tanggal 5 agustus. Lalu
Dilansir dari Koran Tempo, Richard Eliezer yang telah ditetapkan sebagai tersangka pembunuh Yosua menyampaikan cerita itu secara tertulis. Dalam tulisan tangan yang dibuat selama 6 jam, Richard Eliezer menyatakan telah menembak Yosua atas perintah Ferdy sambo.
“Dia juga menyampaikan bahwa FS ikut menembak,” kata Listyo, kepada Linda Trianita dari Majalah Tempo, Sabtu (13/8/2022).
Menurut pengakuan Richard, Ferdy Sambo mengakhiri eksekusi dengan menembak dua kali bagian belakang kepala Yosua.
Ferdy Sambo, kata Listyo, juga mengaku memerintahkan Richard untuk menembak Yosua. Perintah itu disampaikan Sambo saat berada di rumahnya, di Jalan Saguling III, Duren Tiga Jakarta Selatan. Dari rangkaian peristiwa tersebut, Listyo yakin peristiwa penembakan terhadap Yosua memang direncanakan
“Mengarah ke pembunuhan berencana sudah jelas,” katanya.
Ferdy telah ditetapkan sebagai tersangka pembunuhan terhadap Yosua oleh penyidik. Penetapan tersangka itu diumumkan pada Rabu pekan lalu. Sebelum pembunuhan berencana itu terungkap, kepolisian setempat mengumumkan bahwa Yosua tewas dalam insiden baku tembak dengan Richard di rumah dinas Ferdy Sambo–berjarak sekitar 500 meter dari kediamannya di Jalan Saguling– pada tanggal 8 Juli lalu.
Tiga hari setelah kejadian itu, polisi menyampaikan berita tentang kematian Yosua. Kala itu polisi menjelaskan adu tembak terjadi setelah Brigadir Yosua melecehkan istri Ferdy Sambo. Namun keluarga Brigadir Yosua meragukan penjelasan tersebut karena adanya sejumlah kejanggalan. Apalagi belakangan ditemukan fakta, dekoder kamera pengawas (CCTV) di kompleks rumah dinas Ferdy hilang. Tiga telepon seluler Brigadir Yosua juga raib dan belum ditemukan hingga sekarang. Sedangkan autopsi pertama terhadap jenazah Yosua, ditengarai cacat prosedur.
Melalui kuasa hukum, keluarga kemudian melaporkan dugaan pembunuhan berencana dalam kematian Yosua. Kapolri pun membentuk tim khusus, dan dari hasil penyelidikan tim khusus ini, Listy memastikan tidak ada insiden baku tembak di rumah dinas Ferdy. Cerita itu ditengarai hanya karangan Ferdy untuk menutupi kejadian yang sebenarnya.
Berdasarkan pengakuan terbaru Richard Eliezer, ia menembak Yosua menggunakan Glock 17 dari jarak sekitar 2 meter. Belakangan Richard juga mengungkapkan, Ferdy melakukan tindakan yang sama. Ferdy kemudian menembak tembok di dekat tangga.
Tindakan Ferdy itu diduga untuk mendukung cerita tentang adanya baku tembak. Selanjutnya jelaga mesiu yang melekat pada sarung tangan Ferdy dioleskan ke tangan Yosua. Sarung tangan itu hingga saat ini belum ditemukan oleh penyidik.
“Dia buang di jalan,” kata Wakil Kepala Polri Komisaris Jenderal Gatot Eddy Pramono.
Selain Ferdy dan Richard, penyidik telah menetapkan Brigadir Kepala Ricky Rizal dan sopir bernama Kuwat Ma’ruf sebagai tersangka. Mereka dijerat menggunakan pasal 340 subsider 338 junto pasal 55 dan 56 KUHP tentang pembunuhan berencana dengan ancaman maksimal hukuman mati.
Sangkaan Pembunuhan Berencana
Pakar hukum pidana Universitas Indonesia, Chudry Sitompul mengatakan, Ferdy sulit untuk melepaskan sangkaan pembunuhan berencana. Sebab dalam kasus ini terdapat jeda waktu antara niat untuk menembak dan mengeksekusi korban.
“Jangankan hari, ada jeda waktu beberapa menit saja, misalnya sudah minta orang lain untuk mengeksekusi, itu sudah ada perencanaan,” ujarnya.
Meski tempat kejadian telah rusak dan keterangan Richard berubah-ubah, kata Chudry, penyidik akan tetap berpegangan pada surat penetapan tersangka Ferdi yang dikeluarkan yakni pasal 340. “Tipis peluang untuk Ferdy Sambo lolos dari pasal 340,” katanya.
Pendapat serupa disampaikan oleh ahli hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar. Sangkaan pembunuhan berencana itu akan diperkuat oleh adanya instruksi dari Ferdy Sambo kepada Richard dan senjata api yang digunakan.
Menurut Abdul, penyidik pasti dengan mudah menelusuri pemilik senjata api Glock 17. Abdul tidak yakin polisi dengan pangkat Bhayangkara Dua, memiliki pistol jenis itu.
Selain itu konstruksi pembunuhan Brigadir Yosua sulit dimasukkan dalam pasal 338 yang menjadi subsider Pasal 340. Sebab, Pasal 338 mengatur tentang tindakan pembunuhan yang sifatnya spontanitas atau tidak terencana. “Kalau dalam kasus kematian Yosua sudah ada rentetan dari Magelang, ini sudah masuk pembunuhan berencana,” katanya.
Kuasa hukum keluarga Yosua, Martin Lukas Simanjuntak, mengatakan sangkaan pasal pembunuhan berencana ini nantinya bakal dibuktikan dalam persidangan. Yang saat ini perlu dijaga adalah kesaksian dari Richard. Bisa jadi Richard kembali mengubah keterangan dalam persidangan nanti.
“Makanya kami minta penahanan Richard tidak disatukan dengan tahanan lain dalam kasus ini. Karena bisa saja dia nanti dalam tekanan untuk mengubah keterangannya lagi,” kata dia.
Selain itu kata Martin, penyidik mesti memastikan selama dalam tahanan Ferdy tidak memegang telepon seluler. Sebab, tidak tertutup adanya kemungkinan ia mengatur siasat untuk lolos dari jeratan Pasal 340.
“Ini yang juga kami khawatir, dia masih bisa mengatur orang-orang yang di luar tahanan lewat handphone,” ucapnya. JP04