JURNALPAPUA.ID – CUACA Kota Sorong yang beberapa hari sebelumnya selalu hujan, pada Selasa, 5 Oktober 2021 lalu terlihat cerah. Pukul 11.00 WIT, pesawat Douglas DC3 (Dakota) berwarna putih mendarat dengan mulus di landasan pacu Bandar Udara Domine Eduard Osok (DEO).
Terbang dari pangkalan udara militer milik PT Pertamina di Pondok Cabe, Tangerang Selatan, Banten, pesawat charter dengan nomor registrasi N882TP ini diawaki Glen S. Moss (pilot) dan Jesse L. Clayton (Co. Pilot).
Douglas DC3 adalah pesawat legendaris yang mulai diproduksi Douglas Aircraft Company tahun 1935 di Santa Monica, California, AS. Meski umurnya sudah uzur, isi dalam pesawat yang diboyong PT Mahakarya Geo Survey (MGS) ini sarat teknologi canggih nan modern untuk keperluan survey industri migas.
Kepala Unit Penyelenggara Bandar Udara (UPBU) Kelas I DEO Sorong, Cece Tarya S.T, M.A menjelaskan, DC3 (Dakota) yang mulai dipasarkan pada 1936 ini adalah jenis pesawat komersial yang banyak diminati perusahaan penerbangan, dan menjadi pesawat pertama yang dimiliki maskapai Garuda Indonesia ketika awal-awal perusahaan ini berdiri.
Alumnus Akademi Penerbangan Indonesia (API – sekarang berubah nama menjadi Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia/STPI) tahun 1992 ini menyebut, pesawat Fixed Propeler Driven Airliner produksi Paman Sam ini paling efisien di jamannya, dengan jarak tempuh 2400 kilometer dan kecepatan maksimal 250 kilometer per jam.
Dengan ukuran rentang sayap 28,96 meter dan panjang 19,63 meter, menjadikan bodi Douglas DC3 yang bongsor memiliki banyak julukan. Royal Air Force, angkatan udara Britania menyematkan nama Dakota pada pesawat DC3 ini. Ada juga yang menjuluki Grand Lady Old (Nyonya Tua yang Agung), atau Gajah Terbang (The Flying Elephant).
Mesin propeler, baik piston radial ataupun turboprop yang digunakan pada Douglas DC3, memungkinkan kecepatan pesawat ini disetting pada laju terendah, 100 kilometer per jam. Dengan sifat aerodinamika nyaris sempurna, bodi jumbo dan struktur yang sangat kuat, membuat DC3 sangat kompatibel mengemban misi giant discovery dalam survei geofisika.
“Karena untuk mendukung survey seperti ini, bukan hanya butuh kecepatan pesawat yang bisa diatur rendah, tapi juga perlu ruang kabin yang longgar untuk mengakomodir peralatan atau teknologi yang digunakan,” kata Cece Tarya, Minggu (10/10/2021).
Tarya yang baru 8 bulan menjabat Kepala UPBU Kelas I DEO Sorong ini, mengenal seluk beluk mesin pesawat, berbekal ilmu mesin dan rangka pesawat yang diperoleh dari bangku STM Penerbangan Blok M Jakarta di tahun 1990.
Dengan setting speed yang rendah, kata mantan dosen Akademi Teknik dan Keselamatan Penerbangan Medan ini, memungkinkan sonar dari teknologi LiDAR (Light Detection and Ranging) yang terpasang di bagian NOS (Nitrous Oxyde System) dan menyapu permukaan bumi hingga 180 derajat ini, bisa langsung ditangkap oleh perangkat yang terpasang di bagian ekor pesawat.
Komitmen di WK Terbuka
Kedatangan ‘Nyonya Tua’ di WK Kepala Burung, adalah bagian dari pemenuhan Komitmen Kontrak Pasti (KKP) Pertamina Hulu Energi sebagai Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) SKK Migas di Wilayah Kerja (WK) Jambi Merang, Sumatera.
Komitmen Kerja Pasti merupakan investasi yang dilakukan oleh Kontraktor untuk peningkatan cadangan atau produksi dalam periode 5 tahun pertama melalui kegiatan eksplorasi dan eksploitasi berdasarkan Kontrak Kerja Sama.
PT Mahakarya Geo Survey (MGS) selaku kontraktor teknologi survei yang memenangi tender dari PHE, menjalin kongsi dengan AustinBridgeporth untuk menyisir cadangan migas di wilayah terbuka cekungan Teluk Bintuni dan Salawati, Papua Barat.
Survei geofisika yang dijadwalkan mulai pada 12 Oktober 2021 ini, menggunakan teknologi enhanced Full Tensor Gradiometry (eFTG) dengan cakupan area seluas 45.000 Km2, sepanjang 23.000 Km.
eFTG adalah generasi gravitasi gradiometer terbaru dan memberikan beberapa peningkatan dalam sensitivitas, resolusi, dan rasio signal-to-noise dibandingkan teknologi generasi pendahulunya.
Yang menjadi bagian dari eFTG adalah teknologi dengan gravimeter scalar terintegrasi, magnometer dan sistem LiDAR VUX1-LR. Light Detection and Ranging (LiDAR) merupakan teknologi yang cukup fenomenal di bidang geospasial.
Teknologi untuk penyediaan data terbaru dengan detail yang belum pernah ada sebelumnya ini, baru digunakan di tahun 2021 di Gabon, Afrika, yang kemudian akan diaplikasikan di Indonesia sebagai yang pertama kali di Asia.
Kata Galih W. Agusetiawan, Kepala Departemen Humas SKK Migas Perwakilan Wilayah Papua Maluku (Pamalu), pemetaan dengan sinar laser yang ada di Pesawat Survei DC3 ini merupakan sistem pemetaan yang paling efisien dibandingkan survei langsung ataupun penginderaan jauh dan fotogrametri.
Teknologi LiDAR yang mempunyai sudut sapuan 180 derajat ini akan menyediakan data yang sangat akurat untuk keperluan koreksi medan data gravitasi, pemetaan fitur geologi permukaan, dan menyediakan tambahan informasi untuk merencanakan kegiatan eksplorasi.
“Teknologi ini mampu mengakuisisi data hingga 200 Khz atau 200.000 titik per detik. Di samping itu, LiDAR dapat menghasilkan data ketinggian dengan kerapatan 25 titik/m2,” jelas Galih kepada wartawan Jurnalpapua.id, Jumat (8/10/2021).
Para punggawa SKK Migas Perwakilan Wilayah Pamalu mengajak awak media melihat dari dekat penampakan Gajah Terbang ini di pelataran parkir Bandara DEO Kota Sorong, sebelum shalat Jumat.
Sebagai bentuk pengawasan kegiatan Hulu Migas, Kepala Perwakilan SKK Migas Wilayah Pamalu, Subagyo datang bersama Mayor Jenderal TNI (Purn) Nono Suharsono S.I.P M.Si (Penasehat Ahli Kepala SKK Migas Bidang Teritorial); Laksamana Pertama TNI Gendut Sugiono S.H, (Penasehat Ahli Kepala SKK Migas Bidang Maritim); Brigadir Jenderal Pol Drs. Bambang Priyambadha S.H M.Hum, Ir. Bayu Wahyudiono (Staf Ahli Deputi Dukungan Bisnis); G. Daru P. Dewanto (Kepala Unit Percepatan Proyek Tangguh Train 3 BP Indonesia), Haryanto Syafri (Spesialis Madya Dukungan Bisnis) serta Benny Hasdungan (Spesialis Madya Operasi).
Baca juga: Kobaran Semangat itu Berasal dari Sumur Tua Klamono
Rombongan ini hadir untuk memastikan kelancaran operasional pesawat yang membawa peralatan teknologi canggih tersebut tetap terjaga, setelah lolos inspeksi kelayakan dan kehandalan di Bandara Pondok Cabe, Tangeran Selatan, Banten pada 4 Oktober 2021.
Ketua Tim Teknis Pelaksana Teknis Survei Geofisika yang juga Vice President New Venture Subholding Upstream Pertamina, Agung Prasetyo menyampaikan bahwa Pertamina berkomitmen untuk terus melakukan kegiatan eksplorasi, baik di area eksisting maupun area frontier atau new venture dalam rangka mencari potensi cadangan hidrokarbon baru.
“Selain Cekungan Bintuni-Salawati, saat ini PHE juga sedang melakukan survey FTG terbesar di Indonesia di cekungan frontier lain di Papua dengan panjang lebih dari 31.000 km dan mencakup area seluas 60.000 km2. Bekerjasama dengan Rubotori Indonesia dan Bell Geospace, progress kegiatan ini sudah mencapai lebih dari 50%,” kata Agung, dalam keterangan tertulis yang diterima jurnalpapua.id.
Sementara CEO Austinbridgeporth Mark Davies yang juga hadir pada saat pelaksanaan inspeksi peralatan mengatakan, survei eFTG ini adalah yang pertama dilakukan di Indonesia, bahkan Asia. Survei eFTG adalah generasi terbaru dari gradiometer gravity yang dapat memberikan beragam peningkatan pada sensitivitas dan resolusi yang melebihi teknologi generasi FTG sebelumnya.
Kepala SKK Migas Perwakilan Wilayah Pamalu, Subagyo menyebut potensi migas di Papua dan Papua Barat yang relatif belum dieksplorasi secara masif, akan lebih terbuka dengan kehadiran pesawat kuno berteknologi mutakhir ini.
“Oleh karena itu, kegiatan survei ini diharapkan dapat menghasilkan kepastian data yang dapat mendukung peningkatan produksi di masa depan,” katanya.
Survei geofisikal ini menjadi rangkaian dari kegiatan-kegiatan eksplorasi yang secara masif dilakukan hulu migas dalam kurun 2 tahun kebelakang. Memaksimalkan kegiatan eksplorasi ini merupakan bentuk komitmen SKK Migas – KKKS dalam merealisasikan target produksi nasional di tahun 2030 yang telah dituangkan dalam Rencana Strategis Indonesia Oil and Gas (IOG) 4.0.
Saat ini ada beberapa kegiatan lain dari KKP yang sedang berjalan yakni Survei Vibroseismik 2D di Pulau Jawa, Survei Seismik di area Laut Indonesia bagian tengah dan timur serta Natuna, dan FTG Iwur – Akimeugah, Papua.
“Ada juga program yang sudah selesai yakni Survei Seismik 2D sepanjang 31.908 km2 yang telah dilaksanakan tahun 2019. Saat ini sedang dikaji datanya sebelum diserahkan kepada pemerintah,” lanjut Subagyo.
Kepala Departemen Humas SKK Migas Pamalu Galih Agusetiawan menambahkan, kegiatan survei yang dilakukan tersebut merupakan langkah paling awal dari serangkaian proses eksplorasi yang nantinya akan berkelanjutan.
“Sangat membanggakan karena survei dengan teknologi eFTG di WK Kepala Burung ini merupakan kegiatan yang pertama di Asia. Begitu juga komitmen investasi di WK Terbuka Kepala Burung oleh PHE Jambi Merang yang beroperasi di Pulau Sumatera, patut diapresiasi,” tandas Galih.
Pelaksanaan KKP di luar Wilayah Kerja Jambi Merang ini, memberikan keuntungan bagi wilayah Papua, karena secara langsung akan memperbanyak data peta regional struktur bawah permukaan yang hingga kini masih minim tersedia.
Kata Galih, semakin banyak data dengan tingkat akurasi yang baik dari penggunaan teknologi terkini, tentunya akan lebih dapat mendorong terjadinya investasi-investasi kegiatan eksplorasi lainnya, dan nantinya dapat menghasilkan tambahan temuan lapangan lapangan migas di Papua.
PHE Jambi Merang akan secara eksklusif menggunakan data hasil survey itu selama satu tahun, sebelum diserahkan ke pemerintah. Perusahaan subholding Pertamina ini juga akan memiliki privilege ketika data cadangan migas dari hasil survey itu, kemudian dilelang secara terbuka oleh pemerintah.* (Tantowi Djauhari)