Anak Cawat Roy Marthen Masyewi, Tumbuh Berpendidikan Bersama YPK di Tanah Papua

0
174
Google search engine
Spread the love

SUDAH lebih dari setengah abad, Yayasan Pendidikan Kristen (YPK) menjadi bagian dari lembaga yang membangun Sumber Daya Manusia (SDM) anak-anak Papua.

Tepat di hari Sabtu, 08 Maret 2025, lembaga ini menapaki usia yang ke 63 tahun. Lembaga ini menyusup hingga ke pelosok pedalaman Papua, berjalan beriringan dengan pekabaran injil yang dibawa misionaris Zending.

“Semasa kecil, sa belajar baca dan tulis di SD YPK Baitani, Yensei Distrik Wamesa,” kata Roy Marthen Masyewi, Anggota DPRK Teluk Bintuni, mengenang pendidikan masa kecilnya bersama YPK.

Yayasan ini masuk di Teluk Bintuni antara tahun 1910 hingga 1911, tepatnya di Kampung Idoor, Distrik Wamesa.

Dalam sejarahnya, pada periode tahun 1885 sampai 1956, misi pendidikan dan pekabaran injil di Tanah Papua ditangani oleh Zending, yang dilakukan bersama-sama gereja pendukung.

Ada Zending Nederlands Herwom de Kerk (ZNHK), Gereja Hervorm, Belanda, kemudian Doops Zending Vereeniging (DZV), Gereja Baptis Belanda yang ketika itu operasi pelayanan di Kepala Burung Papua, dan Gereja Protestan Maluku (GPM), yang sebagian besar pelayanannya di bagian selatan Papua.

Selain itu, ada juga Misi Katolik Daerah (MKD), pelayanannya di bagian selatan pedalaman Jayapura dan pedalaman Kepala Burung Tanah Papua.Rentang waktu tahun 1956 – 1962, menjadi masa transisi, dimana GKI diproklamasikan sebagai suatu gereja yang resmi dan mandiri.

Bersamaan dengan momentum itu, Zending mengurangi aktivitasnya dan sebagian besar wewenang dipercayakan kepada GKI.

Pada tahun 1961, terjadi konflik antara NKRI dan Kerajaan Belanda tentang masalah Papua, sehingga Belanda berangsur-angsur meninggalkan Tanah Papua dan kembali ke negerinya.

Pasca konflik, antara tahun 1962 – 2000, menjadi periode ini sangat memperhatikan bagi orang Papua. Banyak terjadi perubahan dan tantangan bagi GKI di bidang pendidikan.

Awalnya, pada 8 Maret 1962, tanggung jawab pendidikan di Tanah Papua dari Zending diserahkan penuh untuk dikelola kepada GKI Di Tanah Papua. Dari sini, terjadilah perubahan nama Yayasan.

Yayasan Pendidikan Kristen (YPK), yang nama aslinya Stchting Voor Christelyk Onderwys, di Indonesiakan menjadi Yayasan Persekolahan Kristen. Namanya berubah lagi dari Yayasan Persekolahan Kristen menjadi Yayasan Pendidikan Kristen (YPK).

Terakhir, nama tersebut disesuaikan lagi dengan perubahan nama propinsi Papua, sehingga menjadi Yayasan Pendidikan Kristen di Tanah Papua. Dipakai hingga kini.

Mundurnya gereja ZNHK,DZV dan GPM selaku pendiri yayasan dari Tanah Papua karena konflik NKRI dan Belanda, hanya menyisakan GKI.

Usianya yang baru beranjak 6 tahun, belum siap memikul tanggung jawab sendiri untuk mengurus pendidikan.

Sementara subdisi bantuan pendidikan dari Kerajaan Belanja, seperti Lager Onderwys Soebsidie Ordonatie (LOSO/subsidi bantuan untuk pendidikan dasar), Middelbaar Onderwys Soebsidie Ordonatie (MOSO/subsidi bantuan untuk pendidikan menengah), dihapus.

Padahal, pengelola YPK saat itu sangat membutuhkannya. Sementara Pemerintah Indonesia tidak menyokong seratus persen atas subsidi yang dihapus, sebagai gantinya.

Sejak LOSO dan MOSO terhenti, YPK tampak suram dan sepi. Fasilitas pendukung pendidikan sangat terbatas. Kondisi ini yang semakin mendorong turunnya minat masyarakat menyekolahkan anak-anaknya di YPK.

Persoalan yang dihadapi YPK semakin rumit, bersamaan munculnya pendirian Sekolah Inpres dan sekolah swasta seperti YAPIS, YAPIS, YPPGI, YPKP, Persit, Kalam Kudus, serta yayasan lain yang diselenggarakan sejumlah LSM.

Persaingan menjadi ketat. Orang tua murid banyak memilih menyekolahkan anaknya di sekolah-sekolah baru tersebut, dan berangsur-angsur mulai meninggalkan sekolah-sekolah dibawah naungan YPK. Lembaga ini menjadi alternatif pilihan terakhir.

Namun, munculnya program Otonomi Khusus (Otsus) Papua berdasarkan UU 21/2001, menjadi angin segar bagi YPK. Bantuan kepada BP-YPK dari Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota, perlahan mulai mengalir.

YPK mulai mengembangkan diri, baik secara moral, kualitas, jumlah guru, jumlah siswa, serta jumlah fasilitas pendidikan.

Roy Marthen Masyewi, yang populer dengan julukan Anak Cawat, menjadi bagian dari perjalanan YPK. Ia yang semasa kecil mengenyam pendidikan di YPK, sempat mengabdikan diri sebagai salah satu guru SD YPK Della, Disrik Moraid, Kabupaten Sorong.

“Waktu itu saya masih PPL sebagai calon guru,” kata Roy.

Setelah lulus kuliah, Roy melanjutkan pengabdiannya sebagai guru kontrak pada Dinas Pendidikan Teluk Bintuni, dan ditugaskan di SD YPK Yensei.

“Kemudian sa di kontrak oleh BP Migas yang bekerjasama dengan YPK Teluk Bintuni. Sa ditugaskan mengajar di SD YPK Bethel Onar, Distrik Sumuri,” kenang Roy.

Pengalaman hidupnya yang tumbuh berpendidikan bersama YPK, menjadi alasan betapa berharganya Yayasan Pendidikan Kristen di Tanah Papua, bagi generasi penerus bangsa.

Dengan dasar itu, Roy berharap adanya perhatian yang lebih serius dari pemerintah daerah, agar tidak hanya melihat sekolah negeri. Lembaga pendidikan swasta, seperti YPK, YPPK maupun Muhammadiyah, juga membutuhkan perhatian demi kemajuan pendidikan di Teluk Bintuni.

“Segala Puji dan Syukur saya persembahkan kepada Tuhan, karena atas Berkat dan Karunia-NYA, YPK di Tanah Papua dapat bertahan hingga usia 63 tahun. Selamat Ulang Tahun YPK,” tukas Roy. JP01

Google search engine
Google search engine
Google search engine
Google search engine
Google search engine
Google search engine
Google search engine
Google search engine
Google search engine
Google search engine
Google search engine
Google search engine
Google search engine

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here