MANOKWARI, jurnalpapua.id – Menjelang peringatan HUT Proklamasi Kemerdekaan ke-77 Republik Indonesia, Jaringan Damai Papua (JDP) menyerukan pentingnya dilakukan Jeda Kemanusiaan untuk mengakhiri konflik bersenjata di Tanah Papua.
Jeda Kemanusiaan ini, sebagai langkah awal dimulainya Dialog Damai diantara para pihak yang bertikai ; Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPN PB) yang seringkali dijuluki sebagai Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) atau Kelompok Kriminal Sipil Bersenjata (KKSB), dengan aparat keamanan negara Indonesia (TNI dan Polri).
“Ini adalah tantangan kami kepada Presiden Joko Widodo, untuk bisa memberikan kado istimewa bagi rakyat Papua. Sebagai salah satu Presiden terbaik saat ini, kami berharap ada langkah penting dari Jokowi sebagai upaya penyelesaian dan mengakhiri konflik bersenjata di Tanah Papua,” kata Yan Cristian Warinussy, Juru Bicara JDP, Minggu (14/8/2022).
Menjelang peringatan proklamasi kemerdekaan ke-77 RI, JDP memberikan catatan bahwa Pemerintah Indonesia belum mampu menyelesaikan konflik kekerasan bersenjata yang terus menerus terjadi di Tanah Papua.
Konflik bersenjata yang kerap meletus di wilayah Pegunungan Tengah Papua, seperti di Kabupaten Intan Jaya, Kabupaten Dogiyai, Kabupaten Deiyai, Kabupaten Paniai, Kabupaten Nduga, Kabupaten Yahukimo, Kabupaten Tolikara, Kabupaten Puncak, Kabupaten Pegunungan Tengah dan Kabupaten Pegunungan Bintang, kata Yan Warinussy, diduga keras hanya memberi keuntungan bagi sekelompok kecil manusia tidak bertanggung jawab.
“Kami mencatat bahwa dalam serangkaian peristiwa konflik bersenjata tersebut, rakyat sipil senantiasa menjadi ‘sasaran’ atau ‘korban sia sia’. Padahal sejatinya mereka (rakyat sipil) bukan merupakan pihak yang bertikai dalam konflik bersenjata tersebut,” tukas Yan Warinussy.
Rakyat sipil yang berjatuhan sebagai korban tersebut, meliputi warga asli Papua di wilayah konflik serta para petugas medis, tenaga guru, pekerja borongan pembangunan jalan atau pembangunan menara seluler atau pedagang serta tukang ojek.
Memang ada pula korban yang berjatuhan diantara para pihak baik dari TNI, Polri maupun TPN PB. Namun menurut JDP, apabila ada korban yang gugur tidak serta merta dilakukan penyelidikan hingga penyidikan kriminal oleh Polri.
Sehingga dapat dipastikan motif peristiwa hukumnya serta sebab yang melatarbelakangi peristiwa tersebut serta siapa yang dapat dimintai pertanggungjawaban hukumnya. Justru yang terjadi adalah saling melempar penyataan klaim posisi korban serta tudingan yang parsial mengenai siapa yang diduga bertanggung jawab dalam peristiwa tersebut.
“Termasuk dalam peristiwa tertembaknya mantan Kepala Badan Intelijen Negara Daerah (Kabinda) Papua beberapa waktu lalu. Maupun ketika tewasnya salah satu anggota Brimob bernama Diego Rumaropen di Kabupaten Jayawijaya, Papua belum lama ini,” tukas Yan.
JDP berharap konflik bersenjata di Tanah Papua mesti segera diakhiri, demi memberikan kedamaian bagi seluruh rakyat Papua dan Indonesia yang hidup dan berkarya di atas Tanah ini.
Tindakan mengangkat senjata, kata Yan Warinussy, tidak akan pernah mengakhiri konflik dimanapun di muka bumi ini, kecuali berdialog secara damai dan berkelanjutan demi segera menyudahi bahkan mengakhiri konflik di Tanah Papua yang sudah berlangsung lebih dari 50 tahun ini.
JDP juga melihat bahwa konflik yang telah berlangsung cukup lama ini, turut dipicu akibat adanya praktek jual beli senjata api dan amunisi secara melawan hukum dan ikut melibatkan sejumlah oknum anggota TNI dan Polri serta rakyat sipil di Tanah Papua.
Ratusan senjata api dari jenis rakitan hingga senjata api otomatis moderen diduga nyaris telah beredar hingga dimiliki personil TPN PB di hutan-hutan Tanah Papua. Terbukti terakhir ini seringkali korban tewas sia-sia dari anggota TNI dan Polri maupun rakyat sipil diduga ditembak dari jarak yang sangat jauh.
JDP mengapresiasi TNI dan Polri yang telah memulai langkah yang lebih soft dengan mendekati aparat kampung maupun tokoh masyarakat di wilayah konflik tersebut. Tapi belakangan pihak yang didekati oleh TNI dan Polri, harus mengalami penyiksaan bahkan meregang nyawa karena diduga dilakukan oleh TPN PB yang disebut KKB/KKSB oleh TNI dan Polri.
“Bahkan tidak jarang anggota TNI atau Polri yang berupaya melakukan pendekatan sosial tersebut turut menjadi sasaran bahkan meregang nyawanya akibat perbuatan KKB/KKSB. Situasi seperti ini berulang kali terjadi dan terus berulang di Tanah Papua yang telah diberkati Tuhan sejak tanggal 5 Februari 1855 (167 tahun lalu),” ungkap Yan. JP03