BINTUNI, jurnalpapua – Uang kompensasi sebesar Rp 136,7 miliar atas pemanfaatan lahan oleh Genting Oil Kasuri Pte.Ltd (GOKPL) di Distrik Sumuri, Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat, batal diserahkan kepada pemilik hak ulayat pada Jumat (28/6/2024).
Pasalnya, perusahaan migas milik konglomerat Malaysia ini tidak mendapatkan kepastian hukum terkait investasi yang akan dilakukan. Di Teluk Bintuni, Genting Oil akan menjadi operator lapangan gas Asap Merah Kido (AKM) yang terletak di Wilayah Kerja Kasuri.
Penyerahan secara simbolis atas kompensasi pemanfaatan lahan ini sedianya dilakukan di Gedung Sasana Karya Kantor Bupati Teluk Bintuni. Tujuh marga dari Suku Sumuri yang akan menerima uang tersebut, antara lain Marga Fossa, Sodefa, Mayera, Siwana, Dorisara, Wayuri dan Masipa.
“Ending-nya deadlock. Tidak ada kesepakatan dan kompensasi itu batal di serahkan,” kata Galih W. Agusetiawan, Kepala Departemen Formalitas dan Komunikasi Perwakilan SKK MIGAS Wilayah Papua dan Maluku (Pamalu).
Tidak adanya titik temu ini berawal dari permintaan pemilik ulayat atas kontrak pemanfaatan lahan antara GOKPL dengan masyarakat.
Tarsisius Dorisara, Kepala Distrik Sumuri yang juga salah satu pemilik ulayat di WK Kasuri menyebut, pada prinsipnya masyarakat menerima apa yang sudah menjadi kesepakatan terkait kompensasi yang akan diberikan GOKPL.
“Cuman masyarakat merasa kesal dengan perusahaan, karena tidak terbuka terkait masalah kontrak lahan. Ini kan mereka sewa lahan untuk usaha, tapi kontraknya tidak jelas sampai kapan. Masyarakat minta harus ada kontrak kerjasama, berapa tahun dia akan sewa lahan itu,” kata Dorisara saat dihubungi media ini.
Yang menjadi landasan permintaan tersebut, Tarsisius bilang, masyarakat memiliki SK Komunal atas lahan yang digunakan GOKPL beroperasi. Posisi GOKPL berbeda dengan bp Indonesia yang mengoperasikan LNG Tangguh.
“Kalau di LNG Tangguh, negara sudah kuasai lahan sehingga masyarakat tidak bisa klaim,” tukas Tarsisius.
Sebagai Kontraktor Kontrak Kerjasama(KKKS) SKK Migas, GOKPL telah mendapatkan izin dari Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup dalam pemanfaatan kawasan hutan. Dalam menggarap blok Kasuri yang masuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN), GOKPL telah berkontrak dengan pemerintah, dalam hal ini Kementerian ESDM sejak tahun 2009.
“Jadi kontraknya perusahaan itu dengan pemerintah, bukan dengan masyarakat adat,” kata Galih.
Namun untuk melaksanakan kearifan lokal dalam berusaha, GOKPL memberikan kompensasi tanam tumbuh atas tanah ulayat masyarakat hukum adat di Sumuri.
Nominal kompensasi itu, diatur melalui Keputusan Bupati Teluk Bintuni Nomor 188.4.5/088/2023 tentang Penetapan Harga Dasar Kompensasi Tanam Tumbuh dalam Wilayah Tanah Ulayat Masyarakat Hukum Adat di Kabupaten Teluk Bintuni.
Selain itu juga ada Keputusan Bupati Teluk Bintuni Nomor 189.4.5/087/2023 tentang Pedoman Penghitungan dan Penetapan Harga Dasar, serta Pembayaran Kompensasi Pemanfaatan Tanah Ulayat Masyarakat Hukum Adat di Kabupaten Teluk Bintuni.
Dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua pasal 38 ayat (2) disebutkan; Usaha-usaha perekonomian di Provinsi Papua yang memanfaatkan sumberdaya alam dilakukan dengan tetap menghormati hak-hak masyarakat adat, memberikan jaminan kepastian hukum bagi pengusaha serta prinsip-prinsip pelestarian lingkungan, dan pembangunan yang berkelanjutan yang pengaturannya ditetapkan dengan Perdasus. JP01