“Seorang politisi yang gagal memiliki mental negarawan akan selalu berujung menjadi perampok uang rakyat, penindas kepentingan rakyat dan pelaku kejahatan demokrasi.”
Oleh:
Muksin Inai
(Ketua Lembaga MENARA – Membangun Papua Barat)
SEJATINYA, seorang politisi haruslah seorang negarawan. Politisi yang negarawan bukan hanya berpikir untuk pemilu lima tahun depan, tapi lebih memikirkan bagaimana generasi masa depan akan lebih baik dalam berdemokrasi.
Sejatinya, politik bukanlah jalan untuk berkuasa tapi jalan untuk membangun. Bahayanya, ketika politisi kehilangan hati sebagai negarawan akan membuat orientasi politik hanya untuk berkuasa dan mengabaikan untuk membangun.
Masalah demokrasi paling tragis di bangsa ini adalah terjadinya surplus politisi tapi defisit negarawan. Populasi politisi dalam parlemen jauh lebih banyak dari negarawan. Akibatnya, wajah demokrasi kita tak luput dari degradasi demokrasi yang tragis.
Politisi melihat masyarakat akar rumput hanya sebatas produk elektoral secara temporer, di mana “nilai demokrasi” hanya berharga saat momentum konsolidasi politik. Nilai dari harga demokrasi rakyat pun di hargai dengam receh hanya dengan amplop serangan fajar.
Politisi menyandang gelar “penyambung lidah rakyat”, artinya seorang politisi harus menjadi perwakilan untuk memperjuangkan aspirasi rakyat, apapun kondisi dan konsekuensinya. Sebelum seorang politisi menggunakan lidahnya dalam parlemen sebagai wakil rakyat, ia wajib lebih dulu menggunakan telinga untuk mendengarkan aspirasi rakyat secara utuh.
Politisi bukan mewakili kepentingan dirinya di parlemen tapi mewakili perjuangan rakyat. Kita memiliki dua telinga dan dua mata serta satu telinga, artinya seorang wakil rakyat mutlak lebih banyak mendengar dan melihat aspirasi rakyat sebelum sekali bicara atas nama rakyat dalam parlemen.
Adalah sebuah khianat demokrasi rakyat paling biadab jika seorang politisi cenderung menutup mata dan telinga terhadap aspirasi rakyat. Memperalat jabatan dan kewenangan politiknya hanya untuk membangun imperium pribadi melalui korupsi uang negara.
Seorang politisi yang gagal memiliki mental negarawan akan selalu berujung menjadi perampok uang rakyat, penindas kepentingan rakyat dan pelaku kejahatan demokrasi.
Papua Barat membutuhkan lebih membutuhkan sosok politisi berhati negarawan. Sehingga setiap titipan aspirasi rakyat Papua Barat benar-benar di perjuangkan dalam parlemen. Masih terlalu banyak “pekerjaan rumah” yang masih perlu di kawal dan menyuarakan di tingkat Provinsi Papua Barat, kebutuhan layanan pendidikan, kesehatan, penguatan ekonomi rakyat serta pemerataan infrastruktur publik masih harus di tingkatkan.
Oleh karena itu, terdorong oleh keprihatinan dan motivasi pengabdian tulus, membuat saya mengambil keputusan memberikan bahu pengabdian memperjuangkan aspirasi rakyat Papua Barat.
Terlahir dari keluarga asli Papua, di besarkan dalam lingkungan masyarakat Teluk Bintuni dan memiliki basis pergaulan lintas komunitas dan lintas agama, menjadi “pemantik” kegelisahan sekaligus panggilan nurani yang tulus untuk menjadi “penyambung lidah rakyat”.
Oleh karena itu, dengan penuh ketulusan, saya memberanikan diri dengan langkah penuh optimis, maju sebagai calon legislatif Partai Demokrat dari Dapil III Papua Barat, mencakup wilayah Kabupaten Teluk Bintuni.
Dengan doa dan harapan yang tulus, semoga basis suku Sough, Wamesa, Sebyar, Sumuri, Kuri, Moskona, Irarutu serta saudara saudaraku nusantara yang ada di sisar matiti Teluk Bintuni, bisa satu langkah aspirasi yang solid.
Bahwa, kita butuh politisi berhati negarawan dan Anak Adat yang serius dan konsisten memperjuangkan hak keadilan, kemandirian dan kesejahteraan masyarakat Papua Barat, khususnya masyarakat Teluk Bintuni. **