Minuman Keras Menjadi Akar Masalah Tindak Kriminal dan Konflik Sosial Masyarakat Bintuni

0
167
Abdul Samad Bauw, tokoh agama dari kompleks Nusantara saat menyampaikan maraknya peredaran miras yang menjadi akar terjadinya konflik sosial di masyarakat.
Spread the love

BINTUNI,  jurnalpapua.id – Kasus pencurian dan tindak kriminal lain yang dipicu minuman keras, menjadi perkara yang dominan disampaikan peserta kegiatan ‘Penguatan Kapasitas Masyarakat Sipil dalam Pengendalian Konflik Sosial di Kabupaten Teluk Bintuni’,  Selasa (30/5/2023).

Dalam kegiatan yang digelar Badan Kesbangpol Kabupaten Teluk Bintuni di aula Kantor Kementerian Agama ini, sejumlah peserta mempertanyakan ketegasan aparat keamanan dan penegak hukum dalam menangani akar masalah konflik sosial.

“Minuman keras masih marak beredar di daerah ini. Bahkan di kompleks tempat tingga saya, ada yang memproduksi minuman keras lokal dari pohon nipah. Saya tidak tahu aparat keamanan ada dimana? Apakah kondisi ini akan terus dibiarkan, dan akhirnya masyarakat sendiri yang bertindak,” kata Abdul Samad Bauw, salah seorang tokoh agama dari Kompleks Nusantara.

Pernyataan senada juga disampaikan seorang mama papua, yang menyoroti keterlibatan oknum aparat kepolisian yang justru ikut terlibat dalam aksi minum-minuman keras di kompleks tempat tinggalnya.

“Di tempat saya itu justru ada oknum anggota polisinya yang minum dan mabuk. Jadi bagaimana masyarakat disuruh ikut menangani konflik, kalau kemudian aparat penegak hukumnya yang terlibat,” kata mama papua tersebut.

Selain mengundang tokoh agama dan perempuan, kegiatan ini juga mengundang tokoh masyarakat, pemuda, tokoh adat dan para kepala kampung di Distrik Manimeri dan Distrik Bintuni.

Nara sumber dalam kegiatan ini adalah Polres Teluk Bintuni yang diwakili Kaur Yanmin Sat Intelkam Ipda Kuat Suroso, dan Kejaksaan Negeri Teluk Bintuni yang diwakili Kasi Pidum Boston Siahaan.

Disampaikan Suroso, konflik sosial adalah perseteruan atau benturan fisik dengan kekerasan antara dua kelompok masyarakat atau lebih, sehingga berdampak luas dan mengakibatkan tidak aman dan disintegrasi sosial yang dapat mengganggu stabilitas nasional dan menghambat pembangunan nasional.

Sesuai dengan UU No 7 Tahun 2012, tugas dan tanggungjawab Polri lebih dititik beratkan pada tahap penghentian konflik. Hal itu di perkuat dengan Pasal 13 Ayat 1.

“Namun apabila Polri hanya fokus pada penghentian konflik makan resikonya sangat berat. Oleh sebab itu, Polri juga mengefektifkan upaya pencegahan konflik,” kata Suroso.

Untuk pencegahan konflik harus memelihara kondisi damai dalam masyarakat, meredam potensi konflik dan membangun sistem peringatan dini serta membatasi terulangnya konflik.

Terkait adanya oknum kepolisian yang justru terlibat dalam aktivitas yang selama ini menjadi akar munculnyanya konflik, Suroso menyatakan, akan menyampaikan informasi tersebut kepada pimpinannya.

Kepala Bidang Kewaspadaan Nasional Kesbangpol Teluk Bintuni, Henry Kapuangan mengatakan, kegiatan penguatan kapasitas ini digelar sesuai visi misi bupati dan wakil bupati yang ingin menciptakan Teluk Bintuni aman, damai, produktif dan berdaya saing. JP01

Google search engine

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here