BINTUNI, jurnalpapua.id – Inisiatif pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) Provinsi Bomberay Raya oleh sejumlah pejabat dari empat daerah di Papua Barat, hanyalah untuk tujuan politik segelintir elit politisi.
Pembentukan DOB Provinsi Bomberay Raya jauh dari tujuan mensejahterakan masyarakat. Sebaliknya, pembentukan DOB Bmberay Raya justru memperpanjang masa tunggu masyarakat Bintuni dalam menikmati Dana Bagi Hasil Migas seperti yang diatur dalam Peraturan Daerah Khusus (Perdasus).
Demikian analisa Mektivon Meven, intelektual muda asal Moskona, Teluk Bintuni menyikapi rencana pembentukan DOB Provinsi Bomberay Raya.
“Ada syahwat politik yang kemungkinan gagal tersalurkan, makanya jalan yang ditempuh adalah membentuk DOB Provinsi Bomberay Raya. Kalau bertujuan untuk keadilan dan kesejahteraan masyarakat, itu hanya gula-gula. Karena yang terjadi justru sebaliknya,” kata Mektison Meven kepada media ini, Kamis (19/1/2023).
Seperti diketahui, pertemuan membahas pembentukan DOB Provinsi Bomberay Raya telah dilakukan pada Kamis (12/1/2023) lalu di Oransbari, Kabupaten Manokwari Selatan, Papua Barat. Pertemuan yang di inisiasi oleh Petrus Kasihiw, Bupat Teluk Bintuni ini, dihadiri sejumlah pejabat dari Kabupaten Fakfak, Kaimana dan Kabupaten Teluk Wondama.
Berita Terkait : Teluk Bintuni Dilewati, Bupati Petrus Kasihiw Inisiasi Pembentukan DOB Provinsi Bomberay Raya di Oransbari
Mektison Meven menduga, pertemuan merencanakan pembentukan DOB Provinsi Bomberay Raya itu berawal dari lepasnya Sorong Raya dari Provinsi Papua Barat, dan menjadi DOB Provinsi Papua Barat Daya.
Padahal, Sorong Raya ini menjadi target sejumlah politisi dari luar Sorong, untuk menjadi daerah ini sebagai basis suara dalam kontestasi politik di tahun 2024, baik di level provinsi maupun menuju senayan.
Dengan terpisahnya Sorong Raya dari Papua Barat, praktis ruang gerak politisi tersebut menjadi sempit dan terbatas. Baik untuk bermanuver di Papua Barat, maupun Papua Barat Daya.
“Jangankan untuk bisa meraih suara dan menang. Persaingan terlalu berat, dan peluang untuk bisa maju juga sangat kecil. Makanya langkah yang ditempuh adalah menciptakan lahan baru, yang kemudian lahirlah inisiatif membentuk DOB Provinsi Bomberay Raya,” ungkap Mektison Meven.
Dengan fakta-fakta seperti itu, Mektison Meven meyakini tujuan utama pembentukan DOB Provinsi Bomberay Raya lebih dominan untuk tujuan politik dibanding tujuan kesejahteraan masyarakat.
Imbas terhadap Teluk Bintuni, kata Mektison, pembentukan DOB Provinsi Bomberay Raya juga menjadi ancaman nasional terkait pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN), dimana Bintuni terdapat Kawasan Industri Khusus (KIK) yang telah ditetapkan presiden.
Pembentukan DOB Provinsi Bomberay Raya juga akan menghambat perekonomian Negara, di mana ada perusahaan migas multi nasional (BP Berau/LNG Tangguh) yang saat ini beroperasi di Teluk Bintuni.
Juga ada Genteng Oil Kasuri smpai detik ini belom beroperasi disebabkan proses kajian amdal dan tata ruang serta regulasi di lingkup pemerintah Provinsi Papua Barat, yang belum selesai. “Dengan pembentukan DOB Bomberay Raya, akan semakin menghambat proses administrasi umum,” tandasnya.
Imbas di tingkat lokal, pembentukan DOB Provinsi Bomberay Raya akan memperpanjang masa tunggu masyarakat Teluk Bintuni dalam menikmati Dana Bagi Hasil (DBH) Migas sesuai ketentuan yang tertuang dalam Peraturan Daerah Khusus Perdasus Nomor 4 tahun 2019.
“Ini Perdasus yang diterbitkan oleh Provinsi Papua Barat sampai sekarang belum klir juga. Berapa lama lagi masyarakat akan menunggu Perdasus yang diterbitkan Provinsi Bomberay Raya untuk bisa menikmati hasil alam mereka. Jangan-jangan nanti kegiatan industri migas di Bintuni sudah selesai, Perdasusnya baru selesai dibikin,” tukas Mektison Meven. JP01