BINTUNI, jurnalpapua.id – Dua distrik di Kabupaten Teluk Bintuni, yakni Distrik Manimeri dan Distrik Bintuni dipilih sebagai lokasi proyek percontohan (Pilot Project) untuk penurunan anemia atas remaja dan wanita usia subur (WUS).
Melalui program Gerakan Melawan Anemia di Bintuni dan Manimeri (Gema Turi), ditargetkan adanya penurunan penderita anemia hingga diangka 10 persen, dari total penderita anemia yang saat ini mencapai 33 persen.
Salah satu upaya menuju target tersebut, RSUD Bintuni bekerjasama dengan Gunma University Jepang gencar melakukan pelatihan penguatan kapasitas aparatur pemerintah dan tenaga kesehatan untuk penanggulangan anemia.
Kerjasama yang didukung oleh Japan International Cooperation Agency (JICA) ini, sudah dimulai sejak 2019 dan akan berakhir pada 2025 mendatang.
“Kami memiliki target di akhir kerjasama ini, angka penderita anemia di dua distrik di Teluk Bintuni ini bisa menjadi 10 persen dari total jumlah Wanita Usia Subur,” kata Zulaichah ST, saat pembukaan Pelatihan Penguatan Kapasitas Aparatur Pemerintah dan Tenaga Kesehatan di Bintuni, Senin (25/7/2022).
Dalam pelatihan yang digelar selama lima hari, RSUD Teluk Bintuni melibatkan Tim Commit dari Makassar selaku fasilitator.
Dijelaskan Zulaichah, anemia masih menjadi salah satu permasalahan kesehatan dunia terutama di negara-negara berkembang, tidak terkecuali Indonesia. Anemia merupakan suatu kondisi dimana kadar darah merah / hemoglobin (Hb) kurang dari nilai normal.
Penyakit infeksi dan faktor gizi sering menjadi penyebab utama terjadinya anemia. Anemia karena kekurangan zat besi menjadi kasus anemia yang paling sering dijumpai, baik karena kurangnya asupan zat besi maupun zat gizi lain yang berhubungan dengan zat besi.
“Wanita usia subur (WUS), yakni wanita yang berusia 15-49 tahun merupakan kelompok yang rawan menderita anemia, sehingga memerlukan perhatian khusus. Remaja dan WUS berisiko mengalami anemia setiap bulannya ketika haid, terlebih saat mereka hamil,” kata Zulaichah.
Adanya gangguan kesehatan dan gizi pada waita usia subur ini, juga akan berdampak pada kualitas generasi yang akan dilahirkannya. Selain dapat berdampak negatif terhadap pertumbuhan dan perkembangan janin, kondisi anemia berpotensi menimbulkan komplikasi kehamilan dan persalinan, bahkan dapat menyebabkan kematian ibu dan bayi baru lahir.
Dokter Nova Sumihartini, PhD, local site manager Gema Turi menambahkan, angka anemia pada WUS di Indonesia pada tahun 2015 adalah 28%. Data riset kesehatan dasar (Riskesdas) nasional tahun 2018 menyebutkan bahwa persentase anemia pada WUS tidak mengalami perbaikan namun justru meningkat menjadi 35%.
Hal ini menunjukkan bahwa penanganan anemia pada wanita usia subur tidaklah mudah, padahal resiko yang ditimbulkan sangatlah berbahaya dan berdampak luas.
Pada tahun 2019, RSUD Teluk Bintuni dan Dinas Kesehatan bekerjasama dengan Universitas Gunma Jepang dan Universitas Padjadjaran Bandung melaksanakan survey status kesehatan wanita usia subur dan mendapatkan angka anemia sebesar 33%.
“Terlebih bila kita lihat data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Teluk Bintuni di tahun 2019 bahwa angka anemia pada ibu hamil mencapai 47%, angka yang sama juga ada pada Distrik Manimeri. Padahal potensi kematian dapat membayangi ibu dan bayi karena anemia. Dengan demikian, anemia pun masih menjadi masalah kesehatan dasar utama yang ada di Kabupaten Teluk Bintuni,” urai dr Nova.
Kondisi tersebut yang melatari dibentuknya Tim Pengentasan Anemia (TimPA) yang memiliki program Gerakan Melawan Anemia di Bintuni dan Manimeri Tahun 2020-2025 (GeMA TuRi 2020-2025).
Tim yang di motori Dinas Kesehatan dengan anggota yang berasal dari lintas sektor ini, membidik
wanita usia subur pada Distrik Bintuni dan Manimeri, sebagai sasaran dan langkah awal untuk mewujudkan mimpi “Wanita Teluk Bintuni Bebas Anemia”.
Dokter Nova menambahkan, untuk melaksanakan program ini bukanlah pekerjaan mudah. Kendala yang muncul, terutama ketika berkaitan dengan koordinasi lintas sektor termasuk dalam hal penganggaran mandiri kabupaten. JP01