Baku Tembak di Rumah Jenderal Polisi Diduga Skenario Pembunuhan Berencana

0
183
Ilustrasi peluru.(UNSPLASH/Velizar Ivanov)
Spread the love

JAKARTA, jurnalpapua.id – Berbagai kejanggalan atas kematian Brigadir Yosua Hutabarat (27) yang disebut-sebut akibat baku tembak dengan Bhayangkara Dua (Bharada) Richard Eliezer Pudihang Lumiu di rumah dinas Irjen Pol Ferdy Sambo, mulai terungkap.

Kematian sopir Putri Chandrawathy Sambo, istri Ferdy Sambo ini diduga bagian dari skenario pembunuhan berencana. Dilansir dari pemberitaan Koran Tempo.co, upaya terbaru untuk mengungkap kematian Brigadir Yosua Hutabarat, berlangsung lewat ekshumasi atau menggali makam untuk mengautopsi ulang jenazah.

Autopsi ulang ini diusulkan kuasa hukum keluarga Brigadir Yosua dan sudah disetujui Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri. Direktur tindak pidana umum Bareskrim Polri Brigadir Jenderal Andi Rian Djajadi berjanji akan segera berkoordinasi dengan kedokteran forensik Polri termasuk unsur eksternal seperti persatuan kedokteran forensik Indonesia, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM, mengenai rencana autopsi ulang tersebut.

“Saya komunikasikan untuk menjamin proses ekshumasi nanti berjalan lancar dan juga hasilnya valid,” kata Andi Rian, Rabu (20/7/2022).

Andi Rian belum dapat memastikan jadwal ekshumasi tersebut. Namun dia mengaku ekshumasi harus segera dilakukan, sebelum terjadinya pembusukan pada mayat Yosua yang meninggal pada Jumat tanggal 8 Juli lalu.

Pada Rabu (20/7/2022), tim kuasa hukum keluarga Yosua mendatangi kantor bareskrim dan mengajukan permintaan ekshumasi. Pihak keluarga yakin banyaknya kejanggalan dalam kematian Yosua bisa terungkap lewat autopsi ulang.

Kuasa hukum keluarga Yosua, Kamaruddin Simanjuntak berharap penggalian makam melibatkan tim independen yaitu melibatkan dokter forensik, tapi bukan lagi dokter yang dulu. Kedatangan tim kuasa hukum di bareskrim Polri, selain menyerahkan surat permohonan ekshumasi, juga untuk menghadiri gelar perkara kasus kematian Yosua oleh tim khusus Polri pertemuan di lantai 4 gedung bareskrim.

Dalam gelar perkara yang berlangsung selama 2 jam, ketua harian Komisi Kepolisian Nasional Benny Mamoto dan anggota kompolnas Poengky Indarti, ikut hadir. Benny mengatakan, awalnya tim khusus Polri berencana memaparkan hasil autopsi kepolisian tapi pemaparan hasil autopsi batal dilakukan setelah kuasa hukum keluarga Yosua dan tim sepakat melakukan ekshumasi.

Ia mengatakan kompolnas bersama Komnas HAM akan ikut mengawasi proses autopsi ulang tersebut. Benny mengklaim sudah mengetahui hasil autopsi awal terhadap jenazah Yosua. Dari hasil autopsi itu, misalnya, ada dua tembakan yang menjadi titik fatal dan mengakibatkan kematian Yosua tembakan di kepala.

Berdasarkan keterangan kepolisian, Brigadir Yoshua tewas dalam baku tembak dengan Bhayangkara Richard Eliezer Pudihang Lumiu di rumah dinas Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri Inspektur Jenderal Ferdy Sambo, di komplek Polri Duren Tiga Pancoran Jakarta Selatan pada Jumat tanggal 8 Juli 2022.  Polisi menyebutkan, menurut hasil autopsi sementara dari dokter Rumah Sakit Bhayangkara Sukanto Kramat Jati Jakarta Timur, ada tujuh luka tembak yang masuk ke tubuh Yosua dan 6 luka tembak yang mengarah keluar tubuhnya. Satu peluru lainnya bersarang di tubuh jenazah.  

Pengacara keluarga Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak di Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (21/7/2022). Foto: KOMPAS.com

Penjelasan tersebut berbeda dengan temuan pihak keluarga yang mendapati beragam luka pada tubuh Yosua. Selain bekas tembakan, pihak keluarga menemukan terdapat luka berbentuk sayatan di bagian bawah mata kanan hidung dan bibir Yosua. Lalu ada luka memar di bagian perut kanan dan kiri luka pada jari manis kiri serta luka seperti sayatan di kaki kanan

Fakta terbaru yang diungkap Kamaruddin, banyak luka pada tubuh Yosua diduga bukan berasal dari penembakan, melainkan akibat kontak fisik. Ia mencontohkan luka bekas jerat di leher Yosua. “Sekiranya ini perkelahian satu lawan satu atau tembak-menembak satu lawan satu, maka tidak mungkin ada jerat tali di leher,” kata Kamaruddin.

Menurutnya, bekas jerat tali di leher itu semakin menguatkan dugaan pembunuhan berencana terhadap Yosua. Ia pun menduga jumlah pelaku lebih dari satu orang, karena banyaknya jenis luka pada tubuh Yosua.

“Tidak mungkin satu orang karena ada yang berperan pegang pistol, ada yang menjerat leher ada yang menggunakan senjata tajam,” kata Kamaruddin.

Berbagai kecurigaan pihak keluarga ini sejalan dengan hasil analisis seorang dokter forensik di rumah sakit pemerintah. Setelah menganalisis 13 foto luka di tubuh Yosua, ahli forensic itu menyebutkan lubang luka di dekat tulang selangka Yosua, diduga kuat berasal dari tembakan dari arah belakang. Lalu luka jahitan di belakang telinga Yosua diperkirakan terjadi sebelum Yosua tewas

Ketua Pengurus Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia atau PDFI, Ade Firmansyah Sugiharto mengatakan, autopsi sangat diperlukan untuk memeriksa berbagai luka pada jenazah. Pemeriksaan itu harus dilakukan secara teliti untuk menentukan luka tersebut terjadi sebelum kematian atau anti mortalitas maupun setelah kematian atau perimortem.

“Pemeriksaan autopsi mendokumentasikan seluruh fakta dan temuan pada tubuh jenazah hingga dapat ditemukan penyebab pasti kematian,” kata Ade Firmansyah. JP03

Google search engine

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here