BINTUNI, jurnalpapua – Kabupaten Teluk Bintuni masuk dalam kelompok daerah yang mengalami Kemiskinan Ekstrim tahun 2021. Padahal, daerah yang kaya sumber daya alam ini tercatat sebagai penerima Dana Bagi Hasil (DBH) Migas terbesar dibanding daerah lain di Papua Barat.
Data dari Kementerian Keuangan, tahun 2021 Teluk Bintuni menerima DBH Migas dengan total senilai Rp 328 miliar dengan rincian; Rp 4,7 miliar DBH dari Minyak dan Rp 324 miliar dari DBH Gas. Sementara daerah lain di Papua Barat, menerima DBH Migas rata-rata hanya Rp 29 miliar.
Baca juga : Tahun 2021, Teluk Bintuni Terima DBH Migas Rp 328 Miliar
Fakta ini mengundang keprihatinan dari Pemerintah Pusat, yang telah menurunkan tim ke Bintuni untuk melakukan verifikasi faktual atas kondisi di lapangan.
“Sebuah kondisi yang ironis, Teluk Bintuni yang sangat kaya sumber daya alamnya, ternyata hampir 32 persen masyarakatnya (dari total jumlah penduduk 62 ribu) masih miskin. Ini suatu kondisi yang ironis,” kata Dudung Zainal Arifin, Kepala Bidang Pengembangan Infrastruktur Wilayah Papua dan Papua Barat Kementerian PUPR, Kamis (17/3/2022).
Atas kondisi tersebut, ditambahkan Dudung, Pemerintah Pusat memberikan perhatian khusus kepada Teluk Bintuni untuk mengentaskan daerah ini dari status Kemiskinan Ekstrim. Target Presiden Jokowi, kata Dudung, persoalan ini harus tuntas pada tahun 2024 mendatang.
Sebagai upaya mengentaskan kemiskinan ekstrim di Teluk Bintuni, tim dari Kementerian PUPR diturunkan untuk melakukan verifikasi kondisi faktual dengan mengambil sampling di lima distrik di Kabupaten Teluk Bintuni.
Namun karena faktor cuaca dan kondisi jalan yang tidak memungkinkan, tim verifikasi dari Kementerian PU hanya mampu mengambil sampling di dua distrik, yakni Distrik Manimeri dan
Perhatian pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan ekstrim ini bukan hanya di Teluk Bintuni, tetapi di seluruh daerah di Papua Barat yang masuk dalam kelompok kemiskinan ekstrim.
Dari 12 Kabupaten dan 1 Kota di Papua Barat, dijelaskan Dudung, hanya Kabupaten Kaimana. Namun di tahun 2021 lalu, baru 5 daerah yang ditetapkan untuk segera dientaskan dari kemiskinan ekstrim, yakni Kabupaten Teluk Bintuni, Teluk Wondama, Tambraw, Maybrat dan Kabupaten Manokwari Selatan.
Status kemiskinan ekstrim mengacu pada kondisi seseorang atau keluarga yang langka kebutuhan dasar manusia seperti makanan, sanitasi, kesehatan, tempat tinggal, pendidikan, dan informasi.
Acuan lainnya adalah, pendapatan orang tersebut di bawah USD1,25 (nilai tahun 2005) atau kurs saat ini Rp14.647 per hari atau sekitar Rp439.000 per bulan.
Dijelaskan Dudung, ada tiga program prirotas yang akan dijalankan Kementerian PUPR dalam mengentaskan kemiskinan ekstrim di Teluk Bintuni, yakni pembangunan rumah penduduk dengan pola Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya )BSPS), penataan sanitasi lingkungan serta penyediaan air bersih.
Program pembangunan rumah penduduk dengan pola BSPS adalah, masyarakat menerima bantuan dari pemerintah untuk membangun rumahnya, yang dikerjakan secara swadaya dengan masyarakat lokal.
“Tukang atau pekerjanya tidak boleh dari luar, harus ditangani masyarakat sekitar. Dengan pola ini, perekonomian masyarakat lokal akan ikut terdampak,” ungkap Dudung.
Sebenarnya ada tujuh program yang harus dilaksanakan untuk mengubah status kemiskinan ekstrik, namun yang menjadi skala prioritas adalah tiga sektor itu. JP01