BINTUNI, jurnalpapua.id – Perusahaan pelayaran peti kemas yang melayani shipping dan logistic, PT Salam Pacific Indonesia Lines (SPIL) sejak beberapa hari terakhir menghilang dari Pelabuhan Teluk Bintuni.
Tumpukan container warna hijau bertuliskan SPIL yang biasanya terdapat di pelataran pelabuhan, sudah bersih. Begitu peralatan untuk mengangkat container (crane), sudah tidak ada lagi.
Informasi yang diterima media ini, perusahaan shiplog yang berkantor pusat di Surabaya itu sudah pergi meninggalkan Teluk Bintuni. Kantor Cabang SPIL Teluk Bintuni yang ada di ruko Kalikodok, juga sudah tutup dan banner nama perusahaan sudah dilepas.
“SPIL kan sudah pergi,” kata salah seorang pekerja pelabuhan Teluk Bintuni kepada wartawan media ini, Kamis (16/9/2021) sore.
Informasi itu dibenarkan Petrus Cristanto Maturbongs, Kepala Unit Penyelenggaraan Pelabuhan (UPP) Kelas II Bintuni. Tanpa ada kompromi sebelumnya, manajemen perusahaan ini mengirimkan surat pemberitahuan kepada UPP, bahwa akan menutup pelayanannya di Teluk Bintuni per 16 September 2021.
Maturbongs sempat mengkalrifikasi surat pemberitahuan itu kepada Kepala Cabang SPIL Teluk Bintuni, Arik Suryono, untuk meminta penjelasan apakah penutupan pelayanan itu bersifat sementara atau permanen.
“Jawabannya, penutupan ini hanya sementara. Saat itu saya bilang, kalau hanya menutup sementara, peralatannya jangan diangkut pergi. Faktanya seluruh alat yang ada dibawa pergi,” kata Maturbongs.
Sebagai penanggungjawab operasional pelabuhan, Maturbongs merasa keberatan jika SPIL yang mulai masuk memberikan pelayanan di Bintuni pada Agustus 2019 lalu, pergi dari Teluk Bintuni.
Sebab, perusahaan ini sangat dibutuhkan kaitannya dengan penyediaan kebutuhan bahan pokok. Sejak SPIL masuk melayani pengiriman barang dari Surabaya, harga kebutuhan pokok di Bintuni relative stabil dan terjangkau.
Dengan ongkos angkut yang relatif murah dan barang yang didatangkan langsung dari Surabaya, kehadiran SPIL telah memutus mata rantai alur distribusi kebutuhan pokok di Bintuni, yang sebelumnya dipasok dari Manokwari melalui jalur darat.
“Perhitungan biaya distribusi logistik melalui jalur darat, lebih mahal dibanding SPIL. Makanya dengan perginya SPIL dari Bintuni, saya prediksi harga kebutuhan pokok di Bintuni akan kembali melambung. Di jalur laut, pemilik barang akan kembali menggunakan loss cargo yang tarifnya juga lebih mahal,” ujar Maturbongs.
Selama membuka pelayanan di Bintuni, trafik kapal SPIL yang masuk di Bintuni sebanyak 4 kali dalam sebulan, dengan volume angkut minimum 20 kontainer setiap rit-nya. Dari Surabaya, kontainer barang tujuan Bintuni akan singgah dulu di Pelabuhan Sorong, untuk ganti kapal yang lebih kecil.
Hingga Sabtu (18/9/2021), Arik Suyono, Kepala Cabang SPIL Teluk Bintuni tidak merespons permintaan konfirmasi yang disampaikan media ini pada Kamis, 16 September 2021.
Dilansir dari RadarSurabaya.com, National Sales Manager PT SPIL Albertus Hartanto menuturkan, sebagai wujud komitmennya menekan disparitas harga kebutuhan pokok di wilayah Indonesia Timur, PT SPIL membuka pelayanan di pelabuhan perintis di wilayah Indonesia Timur.
Hal ini sebagai upaya meningkatkan konektivitas antar wilayah yang berdampak terhadap penurunan biaya logistik dan mengurangi disparitas harga antar daerah.
“SPIL selalu berkomitmen menyediakan solusi terpadu yang menjamin pengiriman secara aman dan on-time shipping delivery dengan dukungan layanan pelayaran yang inovatif,kompetitif dan handal di Indonesia,” katanya.
Kabupaten Teluk Bintuni adalah salah salah satu tujuan rute baru dari Surabaya yang dibuka pada tahun 2019. KM Oriental Ruby yang saat itu dipercaya menjalani pelayaran perdana Surabaya-Teluk Bintuni.
Jalur baru ini, kata Albert, akan berlayar secara reguler dari Surabaya setiap minggunya. Tentunya dengan pelayanan pengiriman yang konsisten, SPIL berusaha untuk turut membantu kelancaran jalur distribusi ke timur Indonesia. “SPIL merupakan kapal kargo kontainer pertama yang sandar di pelabuhan Teluk Bintuni, dimana sebelumnya hanya kapal curah dan kapal penumpang saja yang singgah,” imbuhnya.
Albert menambahkan, pihaknya optimistis industri logistik masih akan terus bertumbuh di wilayah Papua Barat, khususnya Teluk Bintuni. Meskipun prediksi oleh Bank Indonesia bahwa pertumbuhan ekonomi di kawasan Papua Barat pada 2019 akan mengalami penurunan menjadi 4 persen, dari sebelumnya sebesar 6 persen di tahun 2018. JP01