MANOKWARI, jurnalpapua.id – Pengangkatan Penjabat Gubernur Papua Barat oleh Presiden dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri), dinilai tidak demokratis dan tidak melalui proses yang transparan, akuntabel dan melibatkan partisipasi publik secara baik.
Padahal Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 67/PUU-XIX/2021 mengamanatkan pemerintah membuat aturan pelaksana pasal 201 UU 10/2016 tentang Pilkada. Aturan pelaksana ini menjadi pedoman dalam pengisian Penjabat Gubernur termasuk Pj Gubernur Papua Barat oleh Presiden melalui Mendagri.
Atas fakta ini, koalisi masyarakat sipil Papua Barat akan menggugat Presiden dan Mendagri, untuk membatalkan keputusannya itu.
Damianus Walilo, koordinator koalisi yang juga sebagai Direktur Perkumpulan Oase menyatakan, terkait dengan pengangkatan Penjabat Gubernur ada lima Penjabat Gubernur di Indonesia yang dilantik Menteri Dalam Negeri (Mendagri) pada 13 Mei 2022. Salah satunya adalah Penjabat Gubernur Provinsi Papua Barat, Komjen (Purn) Paulus Waterpauw.
Semestinya, Mendagri harus tunduk pada perintah MK yang mengamanatkan agar Pemerintah membuat peraturan pelaksana agar pengangkatan Penjabat Gubernur dapat dilaksanakan secara demokratis, tidak asal mengangkat tanpa adanya acuan hukum yang jelas.
“Penjabat Gubernur akan menjabat dalam jangka waktu yang lama, oleh karena itu seleksi Penjabat Gubernur harus betul betul merupakan suara rakyat di Papua Barat bukan semata mata kemauan pusat atau sekelompok orang,” kata Damianus, dalam siaran pers yang diterima media ini, Minggu (22/5/2022).
Piter Masakoda selaku Ketua Himpunan Pemuda Moskona di Kabupaten Teluk Bintuni menambahkan, dalam keputusan MK tersebut, terdapat pertimbangan menyangkut aspirasi dari daerah masing masing. Aspirasi ini sudah diajukan tapi pemerintah pusat dalam hal ini Presiden dan Mendagri mengabaikan aspirasi ini.
“Nama nama yang diajukan sudah diusulkan oleh rakyat, tapi mekanisme sampai Penjabat Gubernur Papua Barat ditetapkan ini tidak ada aturan pelaksana sehingga kami menilai prosesnya tidak demokratis dan cacat hukum,” tandasnya.
Tidak adanya prosedur yang berpedoman kepada peraturan pelaksana, maka koalisi masyarakat sipil Papua Barat Peduli Ruang Demokrasi berencana akan mengajukan gugatan terdapat proses pengangkatan Penjabat Gubernur Provinsi Papua Barat di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) di Jayapura. Proses pengangkatan ini diduga cacat hukum.
Disampaikan Nerius Damas Sai selaku Direktur Perkumpulan Mongka Papua, obyek sengketa gugatannya Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 50/P Tahun 2022 tentang Pengangkatan Penjabat Gubernur yang didalamnya diangkat Penjabat Gubernur Provinsi Papua Barat Komjen Purn. Paulus Waterpauw.
“Kami meminta kepada Presiden dan Menteri Dalam Negeri untuk meninjau kembali Keppres yang dikeluarkan dan membuat Peraturan Pelaksana dalam pengisian Penjabat Gubernur untuk mengisi kekosongan dalam Pilkada Serentak Tahun 2024 sebagaimana diamanahkan oleh Mahkamah Konstitusi melalui Keputusan MK Nomor 67/PUU-XIX/2021,” tambah Sulfianto Alias, Ketua perkumpulan Panah Papua. JP03