BINTUNI, jurnalpapua.id – Salah satu program usaha Perusahaan Daerah Bintuni Maju Mandiri (Perusda BMM) untuk mendapatkan duit adalah, menjadi agen penjualan gas. Terobosan ini diambil, memanfaatkan potensi dan keberadaan BP Indonesia yang mengoperasikan LNG Tangguh.
Sejak dilantik pada 19 Oktober 2018, Markus Samaduda S.Sos bergerak cepat mencari pembeli gas yang diproduksi di LNG Tangguh. Sasaran yang dibidik Max bukan hanya pasar lokal, tapi juga merambah manca Negara.
Pada tahun 2019, Max Samaduda dan rombongan berangkat ke Shanghai, Cina, untuk menawarkan gas Tanah Sisar Matiti kepada calon pembeli. Ditemui wartawan di kantornya, Max menjelaskan adanya peluang di negeri tirai bambu itu.
“Sebagai Perusahaan Daerah, kita melihat peluang bisnis itu. Istilahnya perusda mewakili Pemerintah Teluk Bintuni menjadi agen menjual gas ke Cina. Kami mencari pembeli dan melakukan negosiasi, kebetulan kala itu di Sanghai ada pembeli yang sudah siap, dan ini dilakukan karena sesuai petunjuk dari teman-teman yang telah mondar mandir ke Cina. Mereka tertarik dengan gas di LNG Tangguh,” urai Max.
Berbekal informasi itu, rombongan Perusda BMM berangkat ke Jakarta untuk mengurus semua izin-izin. Kata Max, untuk menjadi agen penjualan gas di luar negeri, prosesnya tidak seperti membalikkan telapak tangan.
“Karena ini berkaitan bisnis antarnegara. Ini investasi yang cukup besar, tidak sedikit. Kami mencoba menawarkan jasa sebagai agen,”terangnya
Markus Samaduda memutuskan menjadi agen penjualan gas dan berangkat ke Cina untuk melakukan lobi pasar, setelah mengantongi surat rekomendasi dari Bupati Teluk Bintuni serta Gubernur Papua Barat.
Kemudian atas nama Perusda, Markus Samaduda melakukan rapat bersama bagian pemasaran dari BP Migas di Jakarta. Saat itu, Max yang menjadi perwakilan dari Pemerintah Bintuni, ditemani oleh Sekda dan Staf Ahli Bupati.
Setelah semua proses tersebut dilalui, langkah selanjutnya yang harus dilakukan adalah berkoordinasi dengan SKK Migas. Karena kata Max Samaduda, secara teknis semua proses jual beli gas dan sejenisnya, yang berkompeten mewakili Negara itu adalah SKK Migas.
Masih kata Max, dalam kunjungannya di Cina, pihaknya mendapatkan calon pembeli yaitu Petro Cina, salah satu perusahaan di Sanghai. Setelah dilakukan penawaran dan negosiasi, pihak Petro Cina di Sanghai mengeluarkan Letter of Intent (LOI) sebagai surat minta membeli gas LNG Tangguh.
LOI adalah sebuah surat untu mengantar pada pembuatan kontrak atau biasa disebut sebagai perjanjian pedahuluan dari sebuah kerjasama. Berbekal surat ini, rombongan Max pulang ke Indonesia dan melaporkan hasil tersebut ke BP Migas. “Kami disarankan untuk ketemu SKK Migas dan BP,” tukas Max.
Namun sampai saat ini tidak ada progress dari proses tersebut. Padahal selama enam bulan proses ini berlangsung, anggaran yang dikeluarkan cukup besar. Untuk biaya transportasi, akomodasi dan lain-lain, totalnya mencapai Rp 1 miliar.
Dijelaskan Max, hal ini dikarenakan dari pihak SKK Migas belum meresponnya. Pihak LNG Tangguh sendiri sebagai produsen gas, kata Max, pada prinsipnya tidak ada masalah, semua tergantung dari SKK Migas.
“Mungkin mereka anggap Perusahaan Daerah ini kan perusahaan kecil yang belum cukup memiliki experience atau pengalaman di bidang itu, sehingga sampai saat ini belum ada realisasi dari SKK Migas,” ucapnya. JP01